Mereka tidak menuruti perintah dan tunduk kepada Kekhalifahan Utsmani. Orang-orang Yahudi membentuk perkampungannya sendiri, dan berusaha memperluas lahan pemukiman mereka.
Akibat semakin melemahnya Kekhalifahan Utsmani, ditambah kelicikan warga Yahudi, sebagian tanah milik bangsa Palestina akhirnya diduduki Yahudi.
Sejak itulah, konflik bangsa Palestina sebagai pemilik tanah dengan pemukim Yahudi yang hanya menumpang hidup, mulai memanas. Inilah pengalaman para tentara Zionis-Israel dalam aksi-aksi mereka membantai dan menjajah warga Palestina. Tulisan akan diturunkan secara bersambung.
****
Rumah-rumah dihancurkan dan penghuninya ditembaki. Bagi yang tersisa
hidup diusir dan tak mungkin kembali ke kampung halamannya.Dalam "The History of Palestine: A Study," Fawzy Al-Ghadiry menulis, pada akhir tahun 1935, jumlah imigran Yahudi di Palestina mencapai 61.854, atau dua kali lipat dari jumlah tahun 1929. Mereka datang dari segala penjuru Eropa, dan menjadi seperempat bagian dari populasi Palestina.
Keinginan Yahudi untuk memiliki wilayah kekuasaan sendiri makin menjadi-jadi setelah wilayah Palestina lepas dari kekuasaan Kekhalifahan Utsmani. Yahudi di Eropa berhasil melobi agar Inggris memberikan wilayah Palestina yang dikuasainya sejak 1923 kepada mereka. Sebuah keputusan yang di kemudian hari dikuatkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dengan alasan memberikan tempat tinggal bagi korban holocaust yang tercerai-berai di berbagai negara.
Bermodalkan "pesan Tuhan" tentang tanah warisan untuk bangsa Yahudi, mereka lantas menetapkan sebuah bukit yang terletak di sebelah barat daya Al-Quds (Yerusalem), yang disebut orang-orang Yahudi sebagai Bukit Zion, sebagai tonggak rencana zionisme untuk membentuk negara Yahudi.
Orang-orang Yahudi percaya Nabi (Raja) Daud dimakamkan di bukit itu dan menjadikannya tempat suci yang wajib diziarahi. Untuk pertama kalinya, orang-orang Yahudi, yang sepanjang sejarah tidak pernah memiliki tanah air, secara sepihak menjadikan wilayah Palestina sebagai tanah airnya.
"Kemerdekaan" bangsa Yahudi diproklamirkan pada 15 Mei 1948 menurut kalender Masehi. “Negara” yang kemudian dikenal dengan nama Israel itu merayakannya setiap tanggal Iyal 5 menurut kalender Yahudi. Hari itu, dikenal sebagai hari Nakbah bagi bangsa Palestina, hari kemalangan yang besar.
Zionis Israel mengklaim dirinya sebagai satu-satunya negara demokrasi di Timur Tengah. Untuk memunculkan kesan demokratis itu, pemerintah membiarkan lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) pembela hak asasi manusia berdiri. Meskipun, kata seorang mantan tentara Zionis, Ronen Berelovich, dalam film dokumenternya A Zionist Story, LSM-LSM itu pada kenyataannya tidak mampu berbuat apa-apa.
Salah satu LSM di Israel yang gemar mengumpulkan kisah tentang Nakbah dari orang-orang yang mengalaminya langsung adalah Zochrot. Pada 17 Juni 2010, Zochrot menggelar pertemuan di Grivol, Tel Aviv, untuk mendengarkan kesaksian seorang mantan prajurit Palmach bernama Amnon Neumann, yang ikut mengusir ribuan warga Palestina keluar dari tanah airnya.
Amnon Neumann mengaku bergabung dengan pasukan paramiliter Zionis Israel, Palmach, sejak tahun 1946 atau saat berusia 16 tahun enam bulan. Namun, pengalamannya yang paling berkesan sebagai prajurit sipil bersenjata adalah saat ditugaskan di Batalion Kedua, Kedelapan dan Kesembilan Palmach sejak Februari 1948 sampai keluar pada Oktober 1948.
Masa yang paling penting baginya terkait Nakbah adalah April-Mei 1948, ketika pertempuran atau bentrokan dengan penduduk Palestina terjadi, sampai kedatangan tentara Mesir.
Menurut Neumann, sangatlah berlebihan jika dikatakan bahwa pasukan Zionis bertempur melawan rakyat Palestina, saat mereka bergerak menguasai wilayah itu. Sebab, rakyat Palestina ketika itu tidak memiliki persenjataan untuk melawan tentara Zionis. Kalaupun ada pertempuran, maka itu adalah bentrokan dengan segelintir warga yang menggunakan senjata peninggalan masa pemerintah Utsmani. Pertempuran hanya terjadi di beberapa tempat, antara lain di Burayr dan wilayah utara.
Selain tidak memiliki persenjataan, desa-desa di Palestina yang dimasuki Neumann dan pasukannya sangatlah miskin. Rumah-rumah penduduk terbuat dari lempung, lumpur dan beratapkan jerami. Tidak ada harta benda yang bisa dirampas atau dicuri dari mereka. Neumann sendiri hanya mencuri selembar sajadah, yang kemudian dipakainya sebagai alas tidur selama tiga bulan. Pasukan Zionis tidak kesulitan menghancurkan rumah-rumah penduduk. Sekali hantam, rumah lempung beratap jerami itu akan terbakar dan hancur.
Tanah itu Milik Palestina
Meskipun bersedia bicara tentang Nakbah, namun Amnon Neumann tidak mau bicara secara terbuka. Ia enggan menceritakan detil cara Zionis mengusir ratusan ribu penduduk Palestina. Juga tentang kebengisan dan pemerkosaan yang dilakukan tentara Zionis. Neumann menolak menceritakannya, dengan alasan karena ia sendiri terlibat di dalamnya.
Namun, Neumann mau tidak mau akhirnya mengkonfirmasi detil cara Zionis mengeluarkan penduduk Palestina dari kampung-kampungnya dan membenarkan bahwa terjadi pemerkosaan terhadap wanita-wanita Palestina, setelah peserta diskusi lain –di antaranya mantan tentara Zionis– mengatakan bahwa mereka mengetahui cerita-cerita menyeramkan itu.
Ada sebuah desa di Palestina, kisah Neumann, dikepung dari tiga sisi. Tentara Zionis membiarkan satu sisi terbuka sebagai jalan bagi penduduk untuk melarikan diri. Pasukan Zionis kemudian melancarkan tembakan ke udara, dan mereka tidak sungkan menembak langsung ke arah penduduk. Orang-orang desa itu tidak punya apa pun untuk mempertahankan diri, mereka terpaksa meninggalkan rumah-rumahnya. Diyakini lebih dari 700.000 orang Palestina diusir dari tempat tinggal mereka pada saat Nakbah.
"Mereka tahu harus ke Gaza, dan mereka lebih tahu arah jalannya dibandingkan kami," kata Neumann.
Tidak ada penduduk desa yang ditawan, kalaupun ada maka mereka akan segera dibunuh.
Namun, ada pula desa yang sengaja tidak dikosongkan, seperti Kufr Huj, yang terletak di antara Dorot dan Nir'Am. Menurut Neumann, ada perjanjian di level atas yang sepakat untuk tidak menyentuh desa itu.
Kata Neumann, rakyat Palestina bisa dibilang sendirian, saat Zionis mengacak-acak negeri mereka. Tentara Arab dan Mesir datang ketika kampung-kampung Palestina sudah kosong ditinggalkan penghuninya.
Meskipun tentara Mesir punya kendaraan tank dan dilatih bertempur ala pasukan Inggris, tapi mereka adalah prajurit-prajurit payah yang berperang sendiri. Pasukan Mesir tidak terkoordinasi dengan baik sehingga mudah dilumpuhkan. Hal itu berbeda dengan pasukan Zionis, kata Neumann, meskipun mereka tidak memiliki tank, tapi terkoordinasi baik.
Saat masih kanak-kanak Amnon Neumann seperti anak keluarga Yahudi lainnya, diyakinkan bahwa bangsa Yahudi memiliki tanah warisan. Tanah itu merupakan tanah kosong, yang khusus diperuntukkan bagi mereka. Tapi kata Neumann, pada kenyataannya tanah yang dikuasai Yahudi, bukanlah tanah kosong. Tanah itu adalah kampung halaman bangsa Palestina, tempat di mana Neumann dan keluarganya selama ini tinggal, yang penduduknya kemudian diusir keluar oleh Yahudi. Lagipula kata Neumann, jika tanah itu kosong, maka bukan tanah warisan namanya, karena berarti mereka tidak mewariskannya dari siapa-siapa.
Penduduk Palestina tidak pernah mengira bahwa mereka tidak akan bisa kembali pulang ke kampungnya. Penduduk yang menyelamatkan diri ke Gaza dan memiliki lahan pertanian di sekitar daerah itu, mengira mereka akan bisa kembali. Pada malam hari, para petani itu berusaha mengunjungi lahan pertaniannya untuk merawat kebun-kebun anggurnya. Tentu saja mereka kemudian dihadang oleh laras senjata pasukan Zionis. Orang-orang yang nekat pulang kembali, dijamin akan kehilangan nyawanya.*/Hadijah
Sumber : SAHID