Kalau macam daripada patung itu tidak
dimaksudkan untuk diagung-agungkan dan tidak berlebih-lebihan serta
tidak ada suatu unsur larangan di atas, maka dalam hal ini Islam tidak
akan bersempit dada dan tidak menganggap hal tersebut suatu dosa.
Misalnya permainan anak-anak berupa pengantin-pengantinan,
kucing-kucingan, dan binatang-binatang lainnya. Patung-patung ini semua
hanya sekedar pelukisan untuk permainan dan menghibur anak-anak.
Oleh karena itu kata Aisyah,
“Aku biasa bermain-main dengan
anak-anakan perempuan (boneka perempuan) di sisi Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam dan kawan-kawanku datang kepadaku, kemudian mereka
menyembunyikan boneka-boneka tersebut karena takut kepada Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, tetapi Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa
Sallam malah senang dengan kedatangan kawan-kawanku itu, kemudian mereka
bermain-main bersama aku.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Dan dalam salah satu riwayat diterangkan,
“Sesungguhnya Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam pada suatu hari bertanya kepada Aisyah,’ Apa ini?’
Jawab Aisyah, ‘Ini anak-anak perempuanku (boneka perempuanku)’; kemudian
Rasulullah bertanya lagi, ‘Apa yang di tengahnya itu?’ Jawab Aisyah,
‘Kuda.’ Rasulullah bertanya lagi, ‘Apa yang di atasnya itu?’ Jawab
Aisyah, ‘Itu dua sayapnya.’ Kata Rasulullah, ‘Apa ada kuda yang
bersayap?’ Jawab Aisyah, ‘Belumkah engkau mendengar, bahwa Sulaiman bin
Daud a’Alaihimus Salam mempunyai kuda yang mempunyai beberapa sayap?’
Kemudian Rasulullah tertawa sehingga nampak gigi gerahamnya.” (Riwayat
Abu Daud)
Yang dimaksud anak-anak perempuan di
sini ialah boneka pengantin yang biasa dipakai permainan oleh anak-anak
kecil. Sedang Aisyah waktu itu masih sangat muda.
Imam Syaukani mengatakan, hadits ini
menunjukkan, bahwa anak-anak kecil boleh bermain-main dengan boneka
(patung). Tetapi Imam Malik melarang laki-laki yang akan membelikan
boneka untuk anak perempuannya. Dan Qadhi Iyadh berpendapat bahwa
anak-anak perempuan bermain-main dengan boneka perempuan itu suatu
rukhsah (keringanan).
Termasuk sama dengan permainan
anak-anak, yaitu patung-patungan yang terbuat dari kue-kue dan dijual
pada hari besar (hari raya) dan sebagainya kemudian tidak lama kue-kue
tersebut dimakannya.
Dikutip dari Kitab Halal Wal Haram Karya Syaikh Yusuf Qaradhawi.
Sumber : Hasanalbanna