Home » , » Abraham tak sepakat pernyataan SBY

Abraham tak sepakat pernyataan SBY

JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad ternyata tak sepakat dengan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengatakan korupsi terjadi karena pejabat tak paham soal anggaran negara.

Menurutnya, jika ada ketidaktahuan dalam sebuah perkara pidana bukan berarti ketidaktahuan itu menghapuskan pertanggungjawaban pidana. "Karena dalam teori hukum pidana, ketidaktahuan bukan berarti menghapuskan pertanggungjawaban hukum pidananya," ujar Abraham Samad di Jakarta, tadi malam.

Menurut  Abraham , seorang pejabat negara dituntut harus cerdas dan paham dalam menggunakan anggaran. Hal itu agar sang pejabat tak salah dalam menggunakan dan mengalokasikan anggaran.

"Oleh karena itu pemimpin dituntut harus cerdas, kalau ada pemimpin mengatakan tidak tahu kalau telah terjadi korupsi, ya tidak usah memimpin," tegasnya.

Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan berdasarkan pengalaman delapan tahun, ada dua jenis korupsi yang kerap terjadi. Pertama, korupsi yang diniati oleh pelakunya.

Kedua, korupsi karena ketidakpahaman pejabat bahwa yang dilakukan itu berkategori korupsi. “Maka, negara wajib menyelamatkan orang-orang yang tidak punya niat melakukan korupsi tapi bisa salah dalam mengemban tugas-tugasnya,” katanya.

Terkadang, lanjutnya, pejabat memerlukan kecepatan memutuskan dan ketepatan kebijakan. Hal itu kadang tidak dibarengi dengan pemahaman apakah kebijakan itu masuk kategori korupsi atau tidak.

Fenomena lainnya yang berkaitan dengan korupsi adalah keragu-raguan pejabat untuk mengambil kebijakan. Tak sedikit dari mereka khawatir kebijakannya salah dan masuk ranah korupsi. Akibatnya, pembangunan pun mandeg.

“Hal yang sebenarnya tidak boleh terjadi, fenomena keragu-raguan dari pejabat pemerintahan yang harus mengambil keputusan, menetapkan kebijkan dan menggunakan anggaran karena takut disalahkan,” katanya.

Menurutnya, hal tersebut seharusnya tidak boleh terjadi. Karena, di satu sisi pemberantasan korupsi tetap dilakukan, tetapi bukan berarti kebijakan yang menyangkut pembangunan harus tertahan karena ketakutan dan ragu mengambil keputusan, kebijakan, dan menggunakan anggaran.

“Para penegak hukum harus memberikan penjelasan kepada mereka yang melayani mana yang boleh dan mana yang tidak, mana yang masuk kategori korupsi dan bukan. Jangan sampai kita hidup dalam ketakutan karena kurang jelasnya pemahaman kita,” katanya. (dat03/sindonews/republika)
Share this article :
 
Support : Enlightening Your Life With Us |
Copyright © 2012. Ramadhanus - All Rights Reserved
Supported by Gradasi Learning Institute
Jl. T. Nyak Arief No. 11 Lamnyong Banda Aceh, 085277471136 or 085260816081