Israel yang memerangi Gaza dan Palestine mengundang dan menyedot perhatian dari seluruh dunia. Banyak bantuan dan dukungan, lalu tiba-tiba di tengah gelombang simpati itu ada yang berkata, kita punya banyak masalah di negeri sendiri yang harus kita selesaikan, sekurang-kurangnya membantu menyelesaikan.
Kenapa mesti harus diadu begitu?
Sepekan sebelum penyerangan Gaza (kembali) oleh Negara Zionis Israel, saya mempersiapkan tetamu dari negeri jiran yang datang melawat ke Indonesia. Beberapa program sedang kami susun, mengunjungi sahabat saya Kang Tatang, tunanetra pejuang, yang mendirikan SLB ABCD di Bandung yang ia biayai sendiri. Rumah warisan orangtuanya, dijadikan SLB yang menampung puluhan anak-anak tak hanya tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunadaksa, bahkan banyak lagi anak-anak yang tak beruntung lainnya. Kadang Kang Tatang membiayai operasional sekolah ini, dengan cara memijat dan mengurut sopir-sopir angkot di beberapa terminal tempat kliennya berada. Saya mengajak tamu-tamu saya datang ke sana, tidak saja untuk berbagi, tapi saling silaturahim dan mendapatkan inspirasi perjuangan.
Masih di Bandung, tepatnya di Kopo Permai saya mengajak para tetamu untuk berkunjung ke Rumah Seribu Malaikat, sebuah rumah biasa saja. Tapi di dalamnya bermukim puluhan anak-anak dengan beragam cerita. Rumah Seribu Malaikat diambil dari judul buku yang ditulis oleh sahabat yang sudah saya anggap seperti ummi sendiri. Namanya Ummi Yuli dan suaminya, Achmad Badawi.
Dua orangtua luar biasa, mengasuh, mendidik, dan membesarkan anak-anak hasil perkosaan, human trafficking, bayi-bayi yang dibuang hasil perzinahan, jumlahnya mungkin total puluhan. Yang dididik seperti anak-anak sendiri. Kami ingin berbagi dengan para tetamu kami, Indonesia adalah negeri yang besar, dan tentu saja dengan masalah yang besar juga, tapi kami juga tidak akan kehabisan cara untuk mengangkat beban dan meringatkan musibah sesama.
Para tetamu juga akan bersilaturahim dengan ibu-ibu penyapu jalanan di wilayah BSD, yang diasuh oleh para aktivis Muslimah dari Yayasan Al Khansa yang bermarkas di Tangerang Selatan sana. Ibu-ibu penyapu ini, bekerja di bawah terik matahari, diguyur hujan besar, demi mencari nafkah yang hanya dalam hitungan ribuan rupiah saja. Para aktivis Muslimah Al Khansa, mendampingi mereka, mengajari ngaji, memberikan santunan, pengobatan dan menjadi sahabat dalam susah dan senang.
Kami ajak para tetamu menuju ke perkampungan pemulung, tempat ratusan kepala keluarga hidup jauh di bawah garis kemiskinan. Kami bekerjasama menyediakan guru mengaji, untuk mengajarkan iman dan aqidah kepada saudara-saudara ini. Bahkan akhir Desember nanti, para aktivis Muslimah Al Khansa akan menyelenggarakan pernikahan massal untuk penduduk yang nyaris tak punya selembar surat keterangan dari negara ini. Yang sudah daftar lebih dari 140 pasangan, jika kalian melihat mata dan wajahnya, pasti kalian akan terharu dan terbayang berhari-hari lamanya melihat kebahagiaan yang mengambang riang.
Saya sendiri, dengan beberapa teman aktivis Teachers Working Group, para guru pejuang melakukan gerilya dan perlawanan atas carut marutnya pendidikan. Menyebarkan virus motivasi kepada guru-guru Mujahid untuk bekerja dan beribadah dengan cara menjadi tugas pewaris para nabi. Sebab Rasulullah pernah bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menjadi pendidik.”
Melakukan edukasi kepada para guru, agar memberikan yang terbaik dalam hal pendidikan. Kami dibayar? Tidak! Kami diberi bantuan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan? Sepeser pun belum pernah! Kami berusaha menetapkan niat, bekerja untuk kebaikan, demi Allah semata.
Tapi, ketika Gaza diserang dan dizalimi, kami segera melakukan sesuatu juga. Sebelumnya, kami membantu Rohingya, sebelumnya lagi kami membantu Muslim Patani, dan ketika saudara Palestina memanggil, kami segera mengangkat tangan melakukan pekerjaan yang mampu kami lakukan, meski ringan.
Tak pernah sedetikpun pernah melintas dalam pikiran kami, untuk mempertentangkan tragedy yang terjadi di Gaza dan Palestina dengan musibah dan bencana yang ada dan sedang memuncak juga di Indonesia. Tidak sekalimat pun pernah kami pikirkan tentang hal ini. Itu karena memang tugas kita adalah khalifah fiil ardh, kita mendapat tanggung jawab besar dari Allah SWT untuk mengurus segala kejadian yang ada di muka bumi.
Ketika tulisan ini saya buat, sudah ada 120 warga Gaza yang meninggal dunia, semoga syahid seluruhnya, insya Allah. Ratusan lagi terluka, berat dan ringan. Ratusan rumah hancur dan rata dengan tanah, 25 masjid dibombardir oleh Zionis Israel karena dituding sebagai tempat Hamas melakukan mobilisasi dan mengumpulkan kekuatannya.
Sementara Amerika Serikat setiap hari memberikan bantuan puluhan juta dolar Amerika kepada Israel untuk kepentingan agresi militer dan pembantaian yang dilakukannya pada rakyat Palestina. Masak diam saja!?
Oh ya, tadi sore saya menolong seorang SPG yang jatuh tak sadar diri di sebuah pusat perbelanjaan, teman-temannya bilang kesurupan. Dan satu-satunya orang jenggotan yang ada di sekitar tempat itu adalah saya, maka otomatis saya harus memberikan pertolongan. Kesimpulan saya, setelah SPG ini sadar dan siuman, dia bukan kesurupan, tapi beban kehidupannya sangat banyak dan berat. Belum sarapan dan belum makan siang, mungkin tak ada uang. Di tengah cuaca dan musim penghujan yang lebat serta dingin AC yang hebat.
Suami dan anaknya diminta datang menjemput dan membawa pulang. Dan memang, nampaknya beliau banyak pikiran dan beban. Kami, saya dan istri, membantunya, mengangkat beban, secepatnya, dan setelah itu saya kembali ngetwit tentang perkembangan Palestina dan me-RT kejadian-kejadian terakhir dari Gaza. Sekurang-kurangnya, itu yang bisa saya lakukan sore tadi.
Tidak perlu mempertentangkan kebaikan-kebaikan yang bisa kita lakukan. Tidak perlu juga membanding-bandingkan berbagai masalah yang terjadi di sekitar kita dengan musibah-musibah yang jauh di pelupuk mata. Tidak perlu!
Lakukan sebisanya. Lakukan semampunya. Lakukan sebaiknya-baiknya. Insya Allah, nanti kita janjian bertemu di tempat yang mulia, tempat yang dijanjikan Allah pada hamba-hamba-Nya yang melakukan sesuatu dengan niat sempurna. Salam rahmat untuk antum semua. [@herrynurdi-islamedia]