Ada sebuah doa yang biasa dibaca oleh Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam. Isi doa ini jika kita renungkan dalam-dalam ternyata
sangat mencakup berbagai permintaan yang sangat kita perlukan. Sebab
semuanya sering mewarnai kehidupan sehari-hari manusia. Coba perhatikan:
رَبِّ اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي وَجَهْلِي وَإِسْرَافِي فِي أَمْرِي
كُلِّهِ وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
خَطَايَايَ وَعَمْدِي وَجَهْلِي وَهَزْلِي وَكُلُّ ذَلِكَ عِنْدِي
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ
وَمَا أَعْلَنْتُ أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ وَأَنْتَ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bahwa beliau biasa berdo’a dengan do’a sebagai
berikut; “Ya Allah, ampunilah kesalahanku, kebodohanku, dan perbuatanku
yang berlebihan dalam urusanku, serta ampunilah kesalahanku yang Engkau
lebih mengetahui daripadaku. Ya Allah, ampunilah kesalahanku,
kemalasanku, kesengajaanku, kebodohanku, gelak tawaku yang semua itu ada
pada diriku. Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang telah berlalu, dosa
yang mendatang, dosa yang aku samarkan dan dosa yang aku perbuat dengan
terang-terangan, Engkaulah yang mengajukan dan Engkaulah yang
mengakhirkan, serta Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (HR Bukhari – Shahih)
Tema sentral di dalam doa ini adalah seorang hamba Allah subhaanahu
wa ta’aala memohon ampunan-Nya. Setidaknya ada tigabelas poin yang
diajukan hamba tersebut kepada Rabb-nya. Semuanya ia harapkan diampuni
oleh Allah subhaanahu wa ta’aala:
Pertama, “Ya Allah, ampunilah kesalahanku”.
Kesalahan dapat mencakup perintah Allah yang dilalaikannya atau larangan
Allah yang dilanggarnya.
Kedua, “Ya Allah, ampunilah kebodohanku”. Manusia
tidak luput dari kebodohan. Tidak ada manusia yang memiliki pengetahuan
sempurna. Dan kebodohan seseorang seringkali menyebabkan tingkahlaku
yang tidak terpuji. Sehingga ia perlu memohon ampunan Allah subhaanahu
wa ta’aala atas kebodohan dirinya.
Ketiga, “Ya Allah, ampunilah perbuatanku yang
berlebihan dalam urusanku”. Terkadang kita mengerjakan suatu perbuatan
secara tidak adil atau tidak proporsional. Perbuatan berlebihan tersebut
sangat mungkin menyakiti hati bahkan menzalimi orang lain. Maka kita
berharap ampunan Allah atas perbuatan berlebihan di dalam berbagai
urusan.
Keempat, “Ya Allah, ampunilah kesalahanku yang
Engkau lebih mengetahui daripadaku”. Manusia sering mengerjakan
kesalahan tanpa ia menyadarinya. Orang lain boleh jadi dengan mudah
melihat kesalahannya, tetapi ia sendiri tidak menyadarinya. Maka untuk
urusan seperti ini seorang mukmin memohon ampunan Allah Yang Maha Tahu
segala sesuatunya. Seorang mukmin mengakui jika Allah subhaanahu wa
ta’aala merupakan Dzat Yang Maha Tahu perkara yang ghaib maupun nyata,
maka iapun mengembalikan segenap dosa yang ia sendiri tidak ketahui
kepada Allah subhaanahu wa ta’aala. Ia serahkan dosa jenis ini kepada
Ke-Maha-Tahu-an Allah subhaanahu wa ta’aala. Sebab ia yakin bahwa Allah
pasti jauh lebih mengetahui dosa yang dilakukan hamba-Nya daripada si
hamba itu sendiri.
Kelima, “Ya Allah, ampunilah kesalahanku”. Manusia
bisa terlibat di dalam banyak kesalahan. Maka ia memohon kembali ampunan
Allah atas kesalahannya padahal sebelumnya ia telah mengajukannya
kepada Allah subhaanahu wa ta’aala.
Keenam, “Ya Allah, ampunilah kemalasanku”. Kemalasan
dapat menjadi musuh utama yang menyebabkan seseorang menunda bahkan
melalaikan suatu kewajiban yang mestinya ia kerjakan. Pengakuannya di
hadapan Allah bahwa dirinya terkadang dilanda kemalasan jelas mesti
disertai dengan permohonan ampunan Allah atasnya.
Ketujuh, “Ya Allah, ampunilah kesengajaanku”. Harus
diakui bahwa terkadang kita secara sengaja melakukan suatu kesalahan.
Entah karena emosi, atau terpengaruh lingkungan atau berbagai alasan
lainnya. Yang jelas, semua kesengajaan itu mesti kita istighfari, mesti
kita mintakan ampunan Allah atasnya.
Kedelapan, “Ya Allah, ampunilah kebodohanku”.
Subhaanallah, ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat
mengerti akan kelemahan kita yang satu ini. Manusia memang selalu
kekurangan ilmu sehingga ia mustahil luput dari kebodohan. Sehingga
permohonan ampunan Allah atas kebodohan diri perlu diajukan
berulang-kali.
Kesembilan, “Ya Allah, ampunilah gelak tawaku yang
semua itu ada pada diriku.” Apakah tertawa itu berdosa? Tentunya tidak.
Tetapi bila dilakukan secara tidak proporsional ia akan mendatangkan
masalah. Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman:
فَلْيَضْحَكُوا قَلِيلا وَلْيَبْكُوا كَثِيرًا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS At-Taubah 82)
Sementara itu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَاللَّهِ لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا
“Demi Allah, andai kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian jarang tertawa dan sering menangis.” (HR Tirmidzi – Shahih)
Kesepuluh, “Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang
telah berlalu”. Kita perlu berhati-hati terhadap dosa yang pernah kita
lakukan di masa lalu. Sebab boleh jadi dosa tersebut belum sempat kita
istighfari di waktu itu. Maka saat ini kita akui dan sesali di hadapan
Allah subhaanahu wa ta’aala. Bahkan kita mohonkan ampunan Allah atasnya.
Kesebelas, “Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang
mendatang”. Seorang mukmin sadar jika hidupnya bukan hanya terdiri atas
masa lalu dan masa kini. Tetapi juga meliputi masa yang akan datang.
Demikian pula dengan dosa yang dikerjakan. Ia tidak hanya terjadi di
masa lalu dan masa kini semata. Tetapi tentunya sangat mungkin bisa
terjadi di masa mendatang. Oleh karenanya dengan penuh kejujuran ia
mengharapkan ampunan Allah atas dosa yang mendatang. Dan tentunya ini
tidak boleh dilandasi niat buruk berrencana dengan sengaja berbuat dosa
di masa mendatang.
Keduabelas, “Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang
aku samarkan”. Seorang mukmin sangat khawatir dengan dosa yang ia
lakukan sembunyi-sembunyi atau tersamar. Sebab ia teringat hadits
sebagai berikut:
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda: “Sungguh
saya telah mengetahui bahwa ada suatu kaum dari ummatku yang datang
pada hari Kiamat dengan membawa kebaikan sebesar gunung Tihamah yang
putih, lantas Allah menjadikan kebaikan itu debu yang beterbangan.”
Tsauban berkata; “Wahai Rasulullah, sebutkanlah ciri-ciri mereka kepada
kami, dan jelaskanlah tentang mereka kepada kami, supaya kami tidak
menjadi seperti mereka sementara kami tidak mengetahuinya.” Beliau
bersabda: “Sesungguhnya mereka adalah saudara-saudara kalian dan dari
golongan kalian, mereka shalat malam sebagaimana kalian mengerjakannya,
tetapi mereka adalah kaum yang melakukan perbuatan-perbuatan yang
diharamkan Allah jika mereka berkhulwah (menyendiri).” (HR Ibnu Majah – Shahih)
Ketigabelas, “Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang
aku perbuat dengan terang-terangan”. Sedangkan terhadap dosa yang ia
kerjakan secara tersamar saja ia sudah sangat khawatir, maka apalagi
dosa yang dilakukan secara terbuka. Oleh karenanya ia sangat memohon
ampunan Allah subhaanahu wa ta’aala atasnya.
Sungguh luar biasa, ketigabelas poin di atas jelas merupakan dosa dan
kesalahan yang sangat sering kita lakukan. Betapa beruntungnya ummat
Islam diajarkan oleh Nabi mereka suatu doa yang sungguh diperlukan.
Ya Allah, limpahkanlah sholawat dan salam kepada Nabi-Mu Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Amiin ya rabbal ‘aalamiin. (Ihsan Tandjung/eramuslim)