Penelitian mengindikasikan, jutaan orang di dunia mungkin berada pada
risiko kelebihan dosis parasetamol. Penggunaan yang tidak sesuai anjuran
dari obat-obat pereda sakit paling populer ini bukan hanya akan
menimbulkan risiko overdosis, melainkan juga kerusakan pada organ hati.
Kajian
para ahlii dari Northwestern University di Chicago AS menyatakan,
hampir 25 persen orang dewasa keliru dalam mengonsumsi parasetamol.
Banyak di antara pasien meminum obat ini melebihi dosis yang
direkomendasikan dalam kurun waktu 24 jam.
Para pengguna
kebanyakan menghiraukan instruksi dosis atau tata cara penggunaan,
terutama kaum lanjut usia yang kerap lupa berapa tablet yang sudah
mereka konsumsi. Ada pula pasien yang tidak menyadari kalau mereka
sedang dalam perawatan menggunakan obat lain yang mengandung
acetaminophen, bahan aktif Parasetamol.
Rekomendasi dokter untuk
dosis maksimal parasetamol adalah delapan tablet 500 mg dalam sehari.
Maksimal hanya dua tablet saja untuk sekali minum dalam setiap empat
jam. Bila melebihi batas yang ditentukan, salah satu konsekuensinya
adalah overdosis yang menyebabkan kerusakan liver dan penumpukan cairan
di otak yang berisiko fatal.
Dalam riset yang dimuat Journal of
General Internal Medicine edisi online tersebut, Dr Michael Wolf
melakukan kajian mengenai prevalensi penyalahgunaan acetaminophen dan
kemungkinan overdosis. Wolf mewawancarai lebih dari 500 pasien dewasa
yang berobat ke klinik di sejumlah kota di AS antara September 2009
hingga Maret 2011.
Para peneliti menguji sejauhmana pemahaman
pasien mengenai dosis dan kemampuan mengonsumsi obat acetaminophen
secara tepat. Hasilnya ternyata cukup mengejutkan. Lebih dari seperempat
pasien berada dalam risiko overdosis karena mengonsumsi obat pereda
sakit melebihi batas maksimal 4 gram dalam 24 jam. Selain itu, ada 5
persen pasien yang membuat kesalahan fatal karena menenggak obat lebih
dari 6 gram dalam 24 jam. Sedangkan hampir 50 persen pasien berisiko
overdosis karena melakukan "double-dipping" atau menenggak dua jenis
obat yang mengandung acetaminophen.
"Temuan kami mengindikasikan
banyak konsumen yang tidak mengenal atau membedakan bahan aktif dalam
obat pereda sakit yang dijual bebas, mereka juga tidak menyimak dengan
cermat instruksi pada label kemasan obat," ujar Wolf.
"Dengan
adanya prevalensi, risiko signifikan dari efek buruk, dan minimnya
pemahaman, seorang dokter seharusnya memberi panduan dalam pengambilan
keputusan dan menganjurkan pasien tentang penggunaan obat yang tepat,"
tambahnya.
Sumber : dechacare.com