Di dalam Al-Quran sesungguhnya sudah ada sekilas tentang penjelasan
waktu-waktu shalat fardhu, meski tidak terlalu jelas diskripsinya. Namun
paling tidak ada tiga ayat di dalam Al-Quran yang membicarakan
waktu-waktu shalat secara global.
Ayat Pertama:
“Dan dirikanlah shalat pada kedua tepi siang dan pada bahagian
permulaan malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu
menghapuskan perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi
orang-orang yang ingat“(QS. Huud: 114)
Menurut para mufassriin, di ayat ini disebutkan waktu shalat, yaitu
kedua tepi siang, yaitu shalat shubuh dan ashar. Dan pada bahagian
permulaan malam, yaitu Maghirb dan Isya`.
Ayat kedua
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap
malam dan Qur`anal fajri. Sesungguhnya Qur`anal fajri itu disaksikan” (QS. Al-Isra`: 78)
Menurut para mufassrin, di dalam ayat ini disebutkan waktu shalat
yaitu sesudah matahari tergelincir, yaitu shalat Zhuhur dan Ashar.
Sedangkan gelap malam adalah shalat Maghirb dan Isya` dan Qur`anal fajri
yaitu shalat shubuh.
Waktu-waktu Shalat Fardhu di Dalam Al-Hadits
Sedangkan bila ingin secara lebih spesifik mengetahui dalil tentang
waktu-waktu shalat, kita bisa merujuk kepada hadits-hadits Rasululah SAW
yang shahih dan qath`i. Tidak kalah qath`inya dengan dalil-dalil dari
Al-Quran Al-Karim. Di antaranya adalah hadits-hadits berikut ini :
Dari Jabir bin Abdullah ra. bahwa Nabi SAW didatangi oleh Jibril
as dan berkata kepadanya, “Bangunlah dan lakukan shalat.” Maka beliau
melakukan shalat Zhuhur ketika matahari tergelincir. Kemudian waktu
Ashar menjelang dan Jibril berkata, “Bangun dan lakukan shalat.” Maka
beliau SAW melakukan shalat Ashar ketika panjang bayangan segala benda
sama dengan panjang benda itu. Kemudian waktu Maghrib menjelang dan
Jibril berkata, “Bangun dan lakukan shalat.” Maka beliau SAW melakukan
shalat Maghrib ketika mayahari terbenam. Kemudian waktu Isya` menjelang
dan Jibril berkata, “Bangun dan lakukan shalat.” Maka beliau SAW
melakukan shalat Isya` ketika syafaq (mega merah) menghilang. Kemudian
waktu Shubuh menjelang dan Jibril berkata, “Bangun dan lakukan shalat.”
Maka beliau SAW melakukan shalat Shubuh ketika waktu fajar merekah/
menjelang. (HR Ahmad, Nasai dan Tirmizy. )
Di dalam Nailul Authar disebutkan bahwa Al-Bukhari mengatakan bahwa
hadits ini adalah hadits yang paling shahih tentang waktu-waktu shalat.
Selain itu ada hadits lainnya yang juga menjelaskan tentang waktu-waktu shalat. Salah satunya adalah hadits berikut ini:
Dari `Uqbah bin Amir ra bahwa Nabi SAW bersabda, “Ummatku selalu
berada dalam kebaikan atau dalam fithrah selama tidak terlambat
melakukan shalat Maghrib, yaitu sampai muncul bintang.”(HR Ahmad, Abu Daud dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak.)
Lebih Detail Tentang Waktu Shalat Dalam Kitab-kitab Fiqih
Dari isyarat dalam Al-Quran serta keterangan yang lebih jelas dari
hadits-hadits nabawi, para ulama kemudian menyusun tulisan dan karya
ilmiah untuk lebih jauh mendiskripsikan apa yang mereka pahami dari
nash-nash itu. Maka kita dapati deskripsi yang jauh lebih jelas dalam
kitab-kitab fiqih yang menjadi masterpiece para fuqoha. Di antaranya
yang bisa disebutkan antara lain kitab-kitab berikut ini:
Kitab Fathul Qadir jilid 1 halaman 151-160,
Kitab Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 halaman 331 s/d 343,
Kitab Al-Lubab jilid 1 halaman 59 – 62,
Kitab Al-Qawanin Al-Fiqhiyah halaman 43,
Kitab Asy-Syarhu Ash-Shaghir jilid 1 halaman 219-338,
Kitab Asy-Syarhul-Kabir jilid 1 halaman 176-181,
Kitab Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halaman 121 – 127,
Kitab Al-Muhazzab jilid 1 halaman 51 – 54 dan Kitab Kasysyaf Al-Qanna` jilid 1 halaman 289 – 298.
Di dalam kitab-kitab itu kita dapati keterangan yang jauh lebih
spesifik tentang waktu-waktu shalat. Kesimpulan dari semua keterangan
itu adalah sebagai berikut:
1. Waktu Shalat Fajr (Shubuh)
Dimulai sejak terbitnya fajar shadiq hingga terbitnya matahari. Fajar
dalam istilah bahasa arab bukanlah matahari. Sehingga ketika disebutkan
terbit fajar, bukanlah terbitnya matahari. Fajar adalah cahaya putih
agak terang yang menyebar di ufuk Timur yang muncul beberapa saat
sebelum matahari terbit.
Ada dua macam fajar, yaitu fajar kazib dan fajar shadiq. Fajar kazib
adalah fajar yang `bohong` sesuai dengan namanya. Maksudnya, pada saat
dini hari menjelang pagi, ada cahaya agak terang yang memanjang dan
mengarah ke atas di tengah di langit. Bentuknya seperti ekor Sirhan
(srigala), kemudian langit menjadi gelap kembali. Itulah fajar kazib.
Sedangkan fajar yang kedua adalah fajar shadiq, yaitu fajar yang
benar-benar fajar yang berupa cahaya putih agak terang yang menyebar di
ufuk Timur yang muncul beberapa saat sebelum matahari terbit. Fajar ini
menandakan masuknya waktu shubuh.
Jadi ada dua kali fajar sebelum matahari terbit. Fajar yang pertama
disebut dengan fajar kazib dan fajar yang kedua disebut dengan fajar
shadiq. Selang beberapa saat setelah fajar shadiq, barulah terbit
matahari yang menandakan habisnya waktu shubuh. Maka waktu antara fajar
shadiq dan terbitnya matahari itulah yang menjadi waktu untuk shalat
shubuh.
Di dalam hadits disebutkan tentang kedua fajar ini:
“Fajar itu ada dua macam. Pertama, fajar yang mengharamkan makan
dan menghalalkan shalat. Kedua, fajar yang mengharamkan shalat dan
menghalalkan makan..” (HR Ibnu Khuzaemah dan Al-Hakim).
Batas akhir waktu shubuh adalah terbitnya matahari sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini.
Dari Abdullah bin Umar ra bahwa Rasululah SAW bersabda, “Dan
waktu shalat shubuh dari terbitnya fajar (shadiq) sampai sebelum
terbitnya matahari.” (HR Muslim)
2. Waktu Shalat Zhuhur
Dimulai sejak matahari tepat berada di atas kepala namun sudah mulai
agak condong ke arah barat. Istilah yang sering digunakan dalam
terjemahan bahasa Indonesia adalah tergelincirnya matahari. Sebagai
terjemahan bebas dari kata zawalus syamsi. Namun istilah ini seringkali
membingungkan karena kalau dikatakan bahwa `matahari tegelincir`,
sebagian orang akan berkerut keningnya, “Apa yang dimaksud dengan
tergelincirnya matahari?”
Zawalus-Syamsi adalah waktu di mana posisi matahari ada di atas
kepala kita, namun sedikit sudah mulai bergerak ke arah barat. Jadi
tidak tepat di atas kepala.
Dan waktu untuk shalat zhuhur ini berakhir ketika panjang bayangan
suatu benda menjadi sama dengan panjang benda itu sendiri. Misalnya kita
menancapkan tongkat yang tingginya 1 meter di bawah sinar matahari pada
permukaan tanah yang rata. Bayangan tongkat itu semakin lama akan
semakin panjang seiring dengan semakin bergeraknya matahari ke arah
barat. Begitu panjang bayangannya mencapai 1 meter, maka pada saat
itulah waktu Zhur berakhir dan masuklah waktu shalat Ashar.
Ketika tongkat itu tidak punya bayangan baik di sebelah barat maupun
sebelah timurnya, maka itu menunjukkan bahwa matahari tepat berada di
tengah langit. Waktu ini disebut dengan waktu istiwa`. Pada saat itu,
belum lagi masuk waktu zhuhur. Begitu muncul bayangan tongkat di sebelah
timur karena posisi matahari bergerak ke arah barat, maka saat itu
dikatakan zawalus-syamsi atau `matahari tergelincir`. Dan saat itulah
masuk waktu zhuhur.
3. Waktu Shalat Ashar
Waktu shalat Ashar dimulai tepat ketika waktu shalat Zhuhur sudah
habis, yaitu semenjak panjang bayangan suatu benda menjadi sama
panjangnya dengan panjang benda itu sendiri. Dan selesainya waktu shalat
Ashar ketika matahari tenggelam di ufuk barat. Dalil yang menujukkan
hal itu antara lain hadits berikut ini:
Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Orang yang mendapatkan satu rakaat dari shalat shubuh sebelum tebit
matahari, maka dia termasuk orang yang mendapatkan shalat shubuh. Dan
orang yang mendapatkan satu rakaat shalat Ashar sebelum matahari
terbenam, maka dia termasuk mendapatkan shalat Ashar.” (HR Muslim dan enam imam hadits lainnya).
Namun jumhur ulama mengatakan bahwa dimakruhkan melakukan shalat
Ashar tatkala sinar matahari sudah mulai menguning yang menandakan
sebentar lagi akan terbenam. Sebab ada hadits nabi yang menyebutkan
bahwa shalat di waktu itu adalah shalatnya orang munafiq.
Dari Anas bin Malik ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, …”Itu
adalah shalatnya orang munafik yang duduk menghadap matahari hingga saat
matahari berada di antara dua tanduk syetan, dia berdiri dan membungkuk
4 kali, tidak menyebut nama Allah kecuali sedikit.” (HR Jamaah kecuali Bukhari dan Ibnu Majah).
Bahkan ada hadits yang menyebutkan bahwa waktu Ashar sudah berakhir
sebelum matahari terbenam, yaitu pada saat sinar matahari mulai
menguning di ufuk barat sebelum terbenam.
Dari Abdullah bin Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Dan waktu shalat Ashar sebelum matahari menguning.”(HR Muslim)
Shalat Ashar adalah shalat Wustha menurut sebagian besar ulama. Dasarnya adalah hadits Aisyah ra.
Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW membaca ayat, “Peliharalah
shalat-shalatmu dan shalat Wustha.” Dan shalat Wustha adalah shalat
Ashar. (HR Abu Daud dan Tirmizy dan dishahihkannya)
Dari Ibnu Mas`ud dan Samurah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Shalat Wustha adalah shalat Ashar.” (HR Tirmizy)
Namun masalah ini memang termasuk dalam masalah yang diperselisihkan
para ulama. Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar jilid 1 halaman 311
menyebutkan ada 16 pendapat yang berbeda tentang makna shalat Wustha.
Salah satunya adalah pendapat jumhur ulama yang mengatakan bahwa shalat
Wustha adalah shalat ashar. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa
shalat itu adalah shalat shubuh.
4. Waktu Shalat Maghrib
Dimulai sejak terbenamnya matahari dan hal ini sudah menjadi ijma`
(kesepakatan) para ulama. Yaitu sejak hilangnya semua bulatan matahari
di telan bumi. Dan berakhir hingga hilangnya syafaq (mega merah).
Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW:
Dari Abdullah bin Amar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Waktu Maghrib sampai hilangnya shafaq (mega).” (HR Muslim).
Syafaq menurut para ulama seperti Al-Hanabilah dan As-Syafi`iyah
adalah mega yang berwarna kemerahan setelah terbenamnya matahari di ufuk
barat. Sedangkan Abu Hanifah berpendapt bahwa syafaq adalah warna
keputihan yang berada di ufuk barat dan masih ada meski mega yang
berwarna merah telah hilang. Dalil beliau adalah:
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Dan akhir waktu Maghrib adalah hingga langit menjadi hitam.” (HR Tirmizy)
Namun menurut kitab Nashbur Rayah bahwa hadits ini sanadnya tidak shahih.
5. Waktu Shalat Isya`
Dimulai sejak berakhirnya waktu maghrib sepanjang malam hingga dini
hari tatkala fajar shadiq terbit. Dasarnya adalah ketetapan dari nash
yang menyebutkan bahwa setiap waktu shalat itu memanjang dari
berakhirnya waktu shalat sebelumnya hingga masuknya waktu shalat
berikutnya, kecuali shalat shubuh.
Dari Abi Qatadah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah
tidur itu menjadi tafrith, namun tafrith itu bagi orang yang belum
shalat hingga datang waktu shalat berikutnya.” (HR Muslim)
Sedangkan waktu muhktar (pilihan) untuk shalat `Isya` adalah sejak
masuk waktu hingga 1/3 malam atau tengah malam. Atas dasar hadits
berikut ini.
Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Seandainya
aku tidak memberatkan umatku, aku perintahkan mereka untuk mengakhirkan/
menunda shalat Isya` hingga 1/3 malam atau setengahnya..” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmizy).
Dari anas bin Malik ra bahwa Rasulullah SAW menunda shalat Isya` hingga tengah malam, kemudian barulah beliau shalat.” (HR Muttafaqun Alaihi).
Dari Ibnu Umar ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Waktu shalat Isya` hingga tengah malam”(HR Muslim dan Nasai)
Ahmad Sarwat, Lc