JAKARTA - Isu sejumlah pihak akan mengkudeta Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono mencuat. Namun menurut aktivis dan juga mantan menteri
perekonomian, Rizal Ramli, saat ini SBY sedang galau dan berhalusinasi.
"Dia
seperti drama queen. Di berbagai kesempatan usai pulang dari Mesir
bertemu dengan media, purnawirawan dia curhat bakal ada kudeta," ujar
Rizal usai menghadiri sebuah acara di Gedung Joeang, Menteng, Jakarta
Pusat, tadi malam.
Rizal menilai kalau SBY tidak paham dengan arti kata kudeta. Dia menilai
kudeta tidak akan terjadi oleh pihak militer bersenjata karena
jenderal-jenderal di Indonesia tidak bernyali. "Beda sama Vietnam atau
Afrika. Biar pangkat kolonel juga berani kudeta," katanya.
Namun,
Rizal meminta SBY untuk mawas diri dan jangan menakut-takuti bangsa
Indonesia dengan isu kudeta. Jadi, Rizal menyarankan agar SBY mundur
dari jabatannya.
"Lebih baik mundur saja sebelum dimundurkan
paksa. Masyarakat sipil bersiap-siap untuk perubahan. Menjelaskan
persiapan itu dilakukan sejak 3-4 bulanan lalu. Mereka bukan kekuatan
bersenjata tetapi rakyat yang bosan dengan negara korup," tuturnya.
Hal
senada juga diutarakan politikus Parta Hanura, disebutkannya isu kudeta
dinilai hanya bentuk kegalauan semata. Berlebihan pula bila unjuk rasa
diartikan sebagai bentuk kudeta.
"Kalau aksi unjuk rasa diartikan
kudeta, itu hanya SBY saja yang galau," kata Sekretaris Fraksi Partai
Hanura, Saleh Husin, di Jakarta, tadi malam. Dia mengatakan Presiden
berlebihan bila mengartikan unjuk rasa yang rencananya dilakukan para
aktivis pada 25 Maret 2013 sebagai kudeta. Apalagi, tambah Saleh,
Indonesia tak punya sejarah kudeta sejak negara ini berdiri.
Saleh
pun mengkritisi informasi intelijen yang dibuka kepada publik. Menurut
dia, informasi intelijen seharusnya hanya untuk konsumsi presiden.
"Harusnya analisa intelejen itu ketika diungkapkan ke presiden tidak
perlu diungkapkan ke publik, karena hal itu sangat kurang elok,"
ungkapnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Letnan
Jenderal Marciano Norman mengatakan akan ada aksi unjuk rasa di
Jakarta, Senin (25/3) menadatang. Agenda aksi unjuk rasa itu, kata dia ,
adalah menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turun dari
Jabatannya.
Pekan lalu, Presiden SBY juga mengundang mantan
Komandan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Prabowo Subianto dan tujuh
jenderal TNI lainnya. Seluruh tamu SBY itu sepakat mengatakan akan
mendukung pemerintahan hingga akhir masa pemerintahannya tanpa ada
gonjang-ganjing politik.
Dalam konferensi pers, Presiden juga
sempat meminta kepada para elite politik dan kelompok-kelompok tertentu
agar jangan keluar jalur demokrasi. Presiden juga meminta kepada mereka
agar jangan ada upaya untuk membuat pemerintahan terguncang.
"Saya
hanya berharap kepada para elite politik dan kelompok-kelompok tertentu
tetaplah berada dalam koridor demokrasi. Itu sah. Tetapi kalau lebih
dari itu, apalagi kalau lebih dari sebuah rencana untuk membuat
gonjang-ganjingnya negara kita, untuk membuat pemerintah tidak bisa
bekerja, saya khawatir ini justru akan menyusahkan rakyat kita," kata
Presiden.
(dat03/inilah/kompas)