![]() |
Firdaus, Fadhli, dan Sona |
Ini kisah adik-adikku Fadhli, Firdaus dan Sona. Ketiganya menikah
dengan bidadari pada hari yang sama. Sungguh! mereka benar-benar menikah
dengan bidadari.
Fadhli
“Mengapa harus ada syarat selesai kuliah baru menikah, Bang?” Tanyanya sambil melahap timphan[1] yang baru saja kubawa pulang.
“Habis kamunya ingin bidadari, syarat dapat bidadari kan harus es satu,” kataku, ia hanya diam.
“Kayak mau mencari pekerjaan saja,” katanya lagi sambil beranjak, aku mengangguk sampai kusadari kue timphanku tinggal dua potong. Fadhli memakannya dan iapun lenyap membawa motornya sambil berujar.
“Bang jazakallah, timphannya enak!”
Tapi kini Fadhli memang benar-benar mendapatkan bidadari.
T. Firdaus Nuzula
Firdaus juga, kini ia menikah dengan bidadari. Mantan presiden BEM Unsyiah ini begitu bersahaja dan rendah hati. Tawanya yang khas serta senyumnya yang mengalirkan kesejukan. Sambil tertawa miris usai pemira di kampus ia melaporkan jika fotonya di kertas suara banyak yang terpotong “sempurna”.
“Ayo, gimana enggak tampang cover boy sih!” Kataku menggoda . Seperti biasa ia hanya istighfar dan geleng-geleng kepala.
Dan pada hari sebelum pernikahannya ia pun melaporkan sebentar lagi wisuda dan mendapat gelar Sarjana Kedokteran.
“Dan, sesuai janji Ibu…” katanya dengan mata berbinar. Aku pura-pura cuek memainkan komputer
“Aku boleh menikah,” bisiknya di sisi telingaku sambil melihat kiri-kanan jika ada yang mencuri dengar pembicaraan kami.
“Amien,” kataku masih cuek. Seperti biasa ia tetap tersenyum cool dan berlalu.
“Eh mau kemana?” Tanyaku saat ia memberi salam.
“Pulang ke Lhoknga[2] Bang, mau nyuci!” Katanya
“Semoga proposal mencari bidadarinya tembus ya,” kataku nakal.
Dan kini Teuku Firdaus Nuzula sesuai benar dengan namanya mendapatkan bidadari yang diturunkan.
Sona Sagita
“Bang Alfi, miss you!” Teriaknya sambil berlari, aku hanya bisa geleng geleng kepala sambil mengingatkan.
“Sona, jaga image dong!” Perintahku sok jaim. Sona cuek dan tersenyum bandel memamerkan giginya. Aku juga mengandalkan Sona untuk memperbaiki komputerku yang hang dibantai virus. Jika aku memanggilnya dengan nada tertentu, ia sudah paham jika komputerku memerlukan tangan dinginnya.
“Bang Alfi kapan kita makan-makan?” Tanyanya sambil menginstall komputerku.
“Ntar jika komputernya dah beres,” kataku menebak jika ia ingin aku traktir.
“Maksud Sona, Bang Alfi kapan menikah?” Tanyanya tanpa nada berdosa.
“Hus, anak kecil kok bicara nikah,” kataku sok dewasa.
“Jangan sampai keduluan Sona Bang ya.” Katanya cengengesan sambil mengelap keringat. Aku memanyunkan mulut, sok imut.
Ternyata Sona memang duluan menikah, sesuai janjinya. Fadhli, Firdaus dan Sona menikah pada hari yang sama yaitu Ahad, 26 Desember 2004 dengan bidadari yang “sangat” cantik jelita. Maharnyapun adalah mahar yang terindah berupa jiwa syuhada mereka. Aku cemburu atas keelokan pasangan mereka. Benar-benar bidadari dari syurga. SUNGGUH!
[1] Sejenis kue lepat khas Aceh
[2] Salah satu kecamatan di Aceh Besar yang paling parah terkena tsunami
Catatan: Mengenang adik-adikku Yusrizal Fadhli, Teuku Firdaus Nuzula dan Sona Sagita yang syahid di jalan dakwah. Merentas nyawa pada puncak karya. 26 Desember 2004, Tsunami Aceh adalah tiket terindah perjalanan mereka menjemput bidadari .
Oleh : Alfi rahman