Ummul Mukminin ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anh
mengatakan: “Pernikahan itu sangat sensitif dan tergantung kepada
pribadi masing-masing untuk mendapatkan kemuliaannya.”
Menikah adalah kesucian. Sangat besar
kemuliaan di dalamnya. Sangat tinggi kedudukannya dalam Islam, sehingga
Al-Qur’an menyebutnya sebagai mitsaqan-ghaliza (perjanjian yang sangat
berat). Hanya tiga kali kata ini disebut, dua untuk perjanjian tauhid.
Maka, pernikahan yang diridhai Allah akan dipenuhi oleh doa malaikat
yang menjadi saksi pernikahan.
Ketika akad nikah terjadi, halal apa-apa
yang sebelumnya diharamkan. Apa yang sebelumnya merupakan maksiat dan
bahkan dosa besar, sejak saat itu telah menjadi kemuliaan, kehormatan
dan besar sekali pahala di sisi Allah. Pernikahan telah mengubah
pintu-pintu dosa dan kekejian menjadi jalan kemuliaan dan kesempurnaan
manusia dalam beragama. Allah menyempurnakan setengah agama ketika
seseorang melakukan pernikahan.
Namun demikian, sebelum akad ada proses.
Selama proses inilah setan berusaha memanfaatkan momentumnya untuk
menggoda dan merusak, sehingga pernikahan bergeser jauh dari makna dan
tujuannya.
Proses menuju akad nikah banyak memberi
pengaruh terhadap hubungan antara suami dan istri kelak setelah menikah.
Demikian juga, hubungan antara dua keluarga, yaitu keluarga istri dan
keluarga suami, banyak dipengaruhi oleh proses dari peminangan hingga
akad berlangsung. Persepsi dan penerimaan masing-masing anggota
keluarga, banyak dipengaruhi oleh persoalan-persoalan qalbiyyah (hati,
termasuk niat) ketika proses sedang berlangsung. Oleh karena itu,
setelah peminangan, yang perlu kita jaga adalah segala hal yang dapat
merusak makna dan tujuan pernikahan, yang mungkin muncul selama proses
berlangsung. Sebagian proses berjalan dengan mudah dan sederhana.
Sebagian harus menempuh proses yang pelik dan rumit. Sebagian
berlangsung cepat dalam waktu singkat, sebagian harus menunggu dalam
waktu yang cukup lama.
Proses pernikahan manakah yang terbaik?
Yang terbaik adalah yang paling maslahat dan barakah, serta jauh dari
mafsadah (kerusakan) dan bibit-bibit kekecewaan yang menjauhkan orang
dari rasa syukur. Proses pernikahan yang mendatangkan maslahat dan
barakah bisa jadi berlangsung dengan mudah, bisa pula berlangsung
melalui jalan yang pelik. Allah Maha Tahu apa yang paling maslahat bagi
Anda. Ketika hujan lebat sedang turun dan petir menggelegar
sambutmenyambut, kalau Anda tidak berhati-hati, bisa tersambar oleh
petir yang nyasar.
Kalau Anda menjaga diri, istiqamah, dan
tawakal, insya-Allah Anda akan mendapati hujan sebagai pensucian bumi
hati Anda. Sedang petir membawa muatan listrik yang menerangi.
Sesungguhnya, sepanjang yang saya
ketahui, salah satu pandangan Islam tentang pernikahan adalah sederhana
dalam proses dan sederhana dalam pelaksanaan. Anda harus memperhatikan
keadaan hati Anda ketika akan melaksanakan. Sebab, di sinilah setan
berusaha untuk menyimpangkan niat dan tujuan Anda. Islam menganjurkan
kita untuk menyegerakan menikah, tetapi setan bisa mengambil bentuk yang
mirip ketika kita tidak mau menunda-nunda tanpa alasan. Setan
mengarahkan kita untuk bersikap tergesa-gesa. Khusus pembahasan mengenai
menyegerakan dan tergesa-gesa, insya Allah akan kita bicarakan pada bab
berikutnya, Antara Menyegerakan dan Tergesa-gesa.
Setan berusaha untuk merebut masa
sebelum menikah, masa yang sangat rawan. Masa ini bisa menyesatkan
manusia jika tidak berhati-hati. Dengan demikian boleh jadi ia mendapati
pernikahannya kelak tidak sebagaimana harapannya, meskipun —
barangkali– pasangan hidupnya sudah berperilaku yang sesuai dengan
tuntunan Islam dan bahkan melakukan kebajikan-kebajikan dalam rumah
tangga. Na’udzubillahi min dzalik. Semoga Allah menjauhkan kita dari
hal-hal yang demikian. Ada dua hal yang perlu kita jaga sejak berangkat
meminang (atau, sejak datangnya pinangan bagi seorang gadis) sampai
dengan pelaksanaan akad-nikah.
Pertama, menyangkut persangkaan kita
kepada Allah. Ini yang paling rawan. Kedua, persangkaan dan persepsi
kita terhadap pernikahan dan calon pasangan hidup kita. Masalah kedua
ini, banyak kaitannya dengan masalah pertama. Jika masalah yang pertama
tidak baik, masalah yang kedua sangat mungkin untuk ikut tidak baik.
Persangkaan Kepada Allah
Orang yang tampak bersungguh-sungguh
ketika berdoa, bisa jadi karena keyakinannya bahwa Allah itu dekat.
Allah Maha Mendengar doa orang-orang yang berpengharapan kepada-Nya. Ia
yakin bahwa Allah memperhatikan orang yang datang kepada-Nya untuk
mengadukan keluh-kesahnya atau memohon pertolongan-Nya. Karena
kemuliaan-Nya, maka adalah kelayakan bagi manusia untuk berdoa secara
sungguh-sungguh sekaligus berhati-hati agar terjauh dari berdoa yang
tidak layak, sekalipun Allah Sangat Luas Pemberian-Nya.
Meskipun demikian, bisa jadi orang
tampak sangat bersungguh-sungguh ketika berdoa, sampai wajahnya
berkerut-kerut dan ekspresinya berubah, justru karena ketidakyakinannya.
Ia mengkhusyuk-khusyukkan diri ketika berdoa, justru karena
keyakinannya yang tipis bahwa Allah Maha Mengabulkan doa orang-orang
yang berpengharapan kepada-Nya. Ia menyangatkan diri ketika memohon
kepada Allah karena khawatir keinginannya tidak tercapai, padahal ia
tahu Allah Maha Besar Kekuasaan-Nya.
Sungguh, sangat jauh perbedaan antara
kesungguhan doa orang yang yakin dan kesungguhan orang yang berdoa
justru karena kurang yakin terhadap kemurahan Allah. Orang yang sangat
besar keyakinannya kepada Allah ketika berdoa bisa jadi sampai menangis,
mengingat-ingat besarnya karunia Allah dan kecilnya amanah yang sudah
ia tunaikan. Orang yang berdoa karena kurngnya keyakinan, juga bisa
menangis. Tetapi jauh sekali perbedaannya. Dan berbeda sekali
persangkaannya kepada Allah. Padahal, Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman dalam sebuah hadis Qudsi:
“Aku menuruti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku.” (HR Bukhari dan Muslim).
Kita seringkali tidak bisa membedakan,
apakah kita melakukan sesuatu karena persangkaan kita yang baik kepada
Allah ataukah karena persangkaan kita yang kurang tepat kepada Allah
Azza wa Jalla. Kita sering tidak bisa membedakan, kecuali setelah
mengambil jarak dari masalah itu dengan pertolongan Allah. Dan datangnya
pertolongan Allah, adakalanya sesuai dengan persangkaan kita mengenai
pertolongan, bisa pula sebaliknya, justru nampak berkebalikan dengan apa
yang kita anggap sebagai cara menolong. Sungguh, rugi orang yang
menyangka pertolongan Allah sebagai pengabaian-Nya. Semoga kita
terhindar dari prasangka yang tidak diridhai-Nya.
Pernikahan adalah salah satu amanah
Allah bagi manusia yang beriman kepada-Nya. Pernikahan adalah ketundukan
kita kepada-Nya, sekalipun Allah memberi tempat kepada
perasaan-perasaan manusiawi. Justru, Allah-lah yang memberikan
perasaan-perasaan dan dorongan itu kepada manusia. Sementara itu, setan
berusaha untuk memanfaatkan momentum menjelang nikah, selama proses
menuju pernikahan, justru untuk mengangkuhkan diri seolah Allah tidak
memperhatikan. Padahal tidak ada yang bisa disembunyikan dari
pengetahuan dan “penglihatan” Allah.
Pernikahan adalah amanah Allah. Dan
Allah tidak pernah zalim kepada makhluk-Nya. Tidak pernah Allah
memberikan amanah kepada manusia, kecuali Ia akan memberikan sarana
untuk memenuhi amanah. Allah tidak pernah zalim. Maha Suci Allah dari
kezaliman.
Setiap amanah telah dicukupi dengan
sarana yang dengan itu orang bisa melaksanakan amanah-Nya, dalam hal ini
melaksanakan pernikahan. Walaupun demikian, manusia sering melakukan
kezaliman kepada dirinya sendiri maupun kepada Allah dengan
prasangka-prasangka buruk kepada-Nya. Maha Suci Allah dan segala puji
bagi-Nya yang luas ampunan dan kasih sayang-Nya.
Astaghfirullahal’adzim. Laa ilaaha illa Anta, subhanaka innii kuntu minazhzhalimin.
Masya Allah. Manusia seringkali
tergesa-gesa dan penuh keluh-kesah karena dangkalnya ilmu dan pendeknya
jangkauan akalnya terhadap rahmat Allah. Ketika membutuhkan gerimis
untuk mendinginkan bumi hatinya, ia mengeluh dan kadang bahkan cepat
memberikan penilaian yang salah ketika Allah mengirimkan mendung.
Padahal, mendung yang tebal itu membawa
muatan air yang melimpah, lebih dari sekedar yang ia butuhkan. Ketika ia
tidak melihat mendung, dan hanya merasakan teriknya matahari, ia lupa
bahwa matahari pun adalah rahmat. Berkait dengan keinginannya, matahari
mempercepat penguapan air laut menjadi awan yang selanjutnya akan
menjadi hujan. Tetapi manusia sangat pendek jangkauan akalnya,
tergesa-gesa dan mudah mengeluh.
Semoga Allah mengampuni kezaliman kita dan menggantikan dengan hati yang bersyukur.
Masalah-masalah berkenaan dengan
prasangka yang kurang baik terhadap Allah, tidak hanya ketika berhadapan
dengan apa yang oleh anggapan lahiriah sebagai kesulitan.
Keadaan-keadaan yang dirasa mudah, juga perlu dijaga agar kemudahan yang
diberikan oleh Allah tidak menjatuhkan kita ke dalam keadaan
“mengabaikan” rahmat Allah. Seolah-olah, kitalah yang menyebabkan
kemudahan. Manusia memang rawan terhadap sikap takabur, menyombongkan
diri di hadapan orang lain dan di hadapan dirinya sendiri.
Mudah-mudahan kita bisa menjaga
persoalan-persoalan qalbiyyah selama proses menuju pernikahan
berlangsung. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menyelamatkan kita dari
urusan hati yang menjerumuskan. Semoga Allah mensucikan niat kita dalam
melangkah ke jenjang pernikahan. Saya sangat mengharap kepada Allah niat
terbaik saat melangsungkan akad-nikah. Mudah-mudahan Allah menjadikan
pernikahan kita barakah dan diridhai Allah hingga kelak kita
menghadap-Nya di yaumil-akhir.
Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaruniai kita keturunan yang memberi bobot kepada bumi dengan kalimat Laa Ilaaha Illallah.
Inilah yang kita perlu jaga. Kita perlu
menata hati ketika menjalani urusan-urusan selama proses berlangsung,
termasuk ketika nanti mengadakan walimah. Mudah-mudahan kebersahajaannya
maupun kemeriahannya, kita laksanakan di atas niat serta jalan yang
diridhai Allah. Semoga barakah dunia akhirat. Allahumma amin. Segala
puji bagi Allah dalam segala keadaan.
-- hasanalbanna