“Apa yang dilakukan musuh-musuhku
terhadapku? Surgaku ada dalam jiwaku, Jika mereka memenjarakanku maka
itu adalah masa penyepianku dengan Tuhanku. Jika mereka mengasingkanku
ke Suatu tempat yang jauh maka itu adalah masa pengembaraan bagiku. Jika
mereka membunuhku, itu Adalah kematian yang semoga menjadikanku sebagai
syahid. ” (Ibnu Taimiyah)
Bagaimana seseorang mengarungi hidup
jika tanpa iman? Kesibukan, bagi orang yang tak memiliki iman, adalah
menapaki keinginan yang tak pernah selesai. Menjalani waktu, sejak
pagi, siang, petang, malam hingga bertemu pagi kembali, bagi orang yang
tak memiliki iman, adalah ibarat mengarungi belantara hutan yang tak
pernah ada ujungnya, atau menyeberangi lautan luas yang tak pernah
bertepi. Mereka terus bergelut dengan ambisi, memenuhi keinginan nafsu,
sementara itu semua tidak pernah membuat lapar dan dahaganya berkurang.
Wajar, jika tak sedikit orang yang
merasa lelah menjalani hidup. Ya, mereka lelah karena ternyata seluruh
keringat, pikiran dan usahanya tak pernah membuatnya merasa cukup.
Semakin banyak usaha yang diperoleh, semakin tinggi tuntutan untuk
memperoleh yang lebih banyak. Peluh yang menetes temyata hanya memberi
kepuasan yang makin membakar nafsu untuk mendapatkan yang lebih besar.
Lalu setelah itu, jatuh bangun lagi, bertarung demi ambisi lagi,
mengejar dan memenuhi nafsu lagi, untuk keinginan yang tak ada habisnya.
Saudaraku, Semoga kita semakin memahami,
bahwa ada banyak keinginan yang ternyata tidak baik untuk kita sendiri.
Perhatikanlah bagaimana ungkapan seorang sahabat mulia, Ibnu Mas’ud
radhiallahu anhu, “Sesungguhnya ada seorang hamba yang
sangat terobsesi mencapai sesuatu, baik masalah bisnis maupun kekuasaan.
Dan sebenarnya ia dimudahkan untuk mencapai keinginannya itu. Tapi
Allah melihatnya, lalu berkata pada para Malaikat-Nya, ‘Hindari dia dari
apa yang diinginkannya itu. Karena sesungguhnya jika Aku mudahkan dia
memperoleh keinginannya, maka ia akan masuk neraka.’ Maka orang itu pun
dihindari oleh Allah dari apa yang diinginkannya. Selanjutnya, orang
tersebut menduga-duga dengan mengatakan, ‘Kenapa fulan lebih berhasil
dariku, kenapa fulan lebih unggul dariku. Padahal apa yang terjadi itu
tidak lain hanya karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala belaka.” (Nurul
Iqtibas, 49)
Imanlah yang menyelamatkan kita dari
dinamika hidup yang melelahkan itu. Imanlah yang selalu memberikan
kesegaran baru. Iman yang memberi pencerahan batin yang membuat kita
selalu prima menghadapi badai apapun dalam hidup. Andai seorang hamba
selalu mengembalikan segala masalah pada hakikat keimanan, niscaya ia
yakin bahwa Allah tidak pernah menetapkan sesuatu kecuali kebaikan.
Meskipun kebaikan itu tidak ia sadari.
Saudaraku, Pikiran kita seringkali tak
mampu membaca langsung kebaikan-kebaikan Allah. Mungkin karena hati kita
yang kerap tidak bersinar. Pergulatan hidup, sentuhan urusan dunia
menyebabkan hati seseorang terselubung oleh suasana pekat. Itulah yang
pernah digambarkan oleh Rasulullah saw pada kita,”Tidaklah hati
seseorang itu kecuali ia mengalami kondisi seperti awan dan bulan. Jika
hati terdominasi oleh awan, maka hati akan menjadi gelap. Tapi bila awan
itu menyingkir maka hati akan menjadi terang.” (HR. Thabrani dalam
hadits shahih).
Begitulah, hati yang terkadang tertutup
oleh awan, akan terhijab cahayanya lalu menjadi temaram. Jika kita
berupaya menambah keimanan dalam hati dengan memperbanyak amal shalih
dan meminta pertolongan Allah untuk menyingkapkan awan itu, maka hati
kita akan bercahaya lagi.
Karenanya saudaraku, sadarilah kapan
saat-saat awan kelabu itu mulai menyelimuti hati. Waspadailah ketika
hati mulai terasa redup dan tak tersinari oleh cahaya. Seperti yang
disebutkan dalam perkataan salafushalih, ”Termasuk kecerdasan seorang
hamba adalah, jika ia menyadari kondisi imannya dan apa-apa yang kurang
darinya.”
Ada pula para salafushalih yang
mengatakan bahwa termasuk kecerdasan seorang hamba adalah, ”Jika ia
mengetahui dari mana datangnya bisikan-bisikan syaitan pada hatinya.”
Kembalilah pada iman, maka semua
keinginan kita akan terwujud. Keinginan yang tidak dibatasi oleh target,
angka atau hasil yang bisa diraba. Karena keinginan tak pemah selesai
oleh target, angka dan hasil-hasil itu. Tapi keimanan akan memberi semua
harapan, melalui ketenangan, ketentraman hati dan kepuasan. ltulah yang
kita cari.
Imam Ibnul Jauzi mengatakan, “Wahai
orang yang ditolak dari pintu. Wahai orang yang terhalangi menemui
kekasihnya. Jika engkau ingin mengetahui kedudukanmu di sisi raja.
Lihatlah sarana apa yang bisa membantumu untuk mengetahui posisimu di
sisi sang raja. Lihatlah pekerjaan apa yang menyibukkanmu. Betapa banyak
orang yang berdiri di depan pintu istana raja. Tapi tak satupun yang
dapat masuk dan berhadapan dengan raja kecuali orang-orang yang memang
telah dipilih oleh sang raja. Tak seluruh hati bisa mendekat. Tak semua
jiwa menyimpan rasa cinta.”
Seorang ulama menjelaskan makna
perkataan Ibnul Jauzi ini. Ia mengatakan bahwa jika seseorang ingin tahu
di mana posisinya di hadapan Allah, bercerminlah pada amal-amal yang
menyibukkannya. “Jika ia sibuk dengan dakwah dan berbagai masalahnya,
jika ia sibuk menyelamatkan umat manusia dari neraka, jika ia sibuk
melakukan pekerjaan untuk memperoleh kemenangan di surga, menolong yang
lemah dan orang yang membutuhkan, maka bergembiralah karena semoga ia
mempunyai kedudukan yang dekat dengan Allah. Beritakanlah kabar gembira
bahwa Allah tidak akan memberikan kebaikan kecuali pada orang yang Ia
cintai. Tapi jika ia dia berpaling dari dakwah, berpaling dari para juru
dakwah, berpaling dari melakukan kebaikan, sibuk dengan dunia dan
mengumpulkan harta benda, sibuk dengan banyak bertanya tapi sedikit
beramal, sibuk dengan mengikuti hawa dan nafsu, ketahuilah bahwa ia jauh
dari Allah.”
Saudaraku, Lihatlah apa sarana yang bisa
mendekatkan kita pada Allah? Dan apa pekerjaan yang menyibukkan kita?
Allah akan memilih orang-orang yang bisa menempuh sarana yang
mendekatkan diri kita pada-Nya dan menyibukkan diri untuk menjalani
perintah-Nya. Mari mengukur segala keadaan dengan iman.
Mari kembalikan semua keinginan pada
keimanan. Mari melihat peristiwa hidup apa saja dengan kaca mata iman,
Ibnu Taimiyah mengatakan, ”Apa yang dilakukan musuh-musuhku terhadapku?
Surgaku ada dalam jiwaku, Jika mereka memenjarakanku maka itu adalah
masa penyepianku dengan Tuhanku. Jika mereka mengasingkanku ke suatu
tempat yang jauh maka itu adalah masa pengembaraan bagiku. Jika mereka
membunuhku, itu adalah kematian yang semoga menjadikanku sebagai
syahid.”
Saudaraku,
Adakah kekecewaan, kekhawatiran, kegelisahan dan ketakutan di sana?
Sumber :