Home » » Sifat-sifat Allah (seri 1)

Sifat-sifat Allah (seri 1)

Allah yang mewujudkan alam semesta ini memiliki nama-nama yang terbaik (Asma’ul Husna) dan sifat-sifat tertinggi yang kesemuanya itu merupakan konsekuensi kesempurnaan ketuhanan-Nya dan keagungan-Nya sebagai Tuhan.

Sifat-sifat ini hanya dimiliki oleh Tuhan Pencipta saja dan tak seorangpun bersekutu dengan-Nya, sebab hanya Dia-lah Tuhan yang berhak disembah. Tiada pencipta selain Dia dan tiada yang berhak disembah selain Allah. Sifat-sifat Allah ini diantaranya ada yang disebut sifat Salbiyah dan diantaranya ada yang disebut sifat Tsubutiyah.

1. Sifat-sifat Salbiyah.

Adapun yang disebut dengan sifat Salbiyah adalah sifat yang meniadakan segala sesuatu yang tidak layak bagi kesempurnaan Allah.
Sifat-sifat tersebut adalah:

Al Awwal dan Al Akhir

Allah adalah Dzat Yang Maha Dahulu. Artinya, bahwa Allah itu tiada permulaan bagi wujudNya dan bahwa wujud Allah tanpa didahului dengan tiada.

Allah adalah Dzat Yang Maha Akhir. Artinya, bahwa Allah itu tiada akhir bagi wujudNya dan bahwasanya Dia itu Maha Kekal tanpa batas dan tanpa berkesudahan. Jadi, Dia itu Azali (Maha Dahulu) dan abadi (Maha Kekal Abadi), tidak didahului oleh siapapun dan tidak akan mengalami fana’ (kelenyapan), sebab Dia adalah wajibul wujud (mesti ada-Nya).

Allah berfirman: “Dialah yangAwwal dan yang Akhir, yang Dhahir dan yang Bathin dan Dia mengetahui segala sesuatu.” (QS 57:3)

Dia juga berfirman: “Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah.” (QS 28:88)
“Semua yang ada di bumi ini akan binasa dan tetap kekal wajah TuhanMu yang mempunyaiebesaran dan kemuliaan.” (QS 55:26-27)

Dari ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
“Saya berada di sisi Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datanglah kepada suatu kaum dari Bani Tamim, lalu beliau bersabda : ‘Terimalah berita gembira wahai Bani Tamim! (yakni siapa yang masuk Islam maka ia tidak akan kekal di neraka)’. Mereka menjawab: ‘Engkau menyampaikan berita gembira kepada kami, maka berikanlah kepada kami.’ Kemudian masuklah (ke rumah Nabi) beberapa orang dari penduduk Yaman, maka Nabi bersabda: ‘Terimalah berita gembira wahai penduduk Yaman, bila Bani Tamim tidak mau menerimanya.’ Mereka menjawab: ‘Ya, kami terima. Kami datang menghadap untuk belajar tentang agama dan untuk bertanya kepadamu tentang awal mula perkara ini. Apa saja?’. Beliau menjawab: ‘Allah subhanahu wa Ta’ala telah ada dan tidak ada sesuatu pun sebelum Dia. ArasyNya ada di atas air. Kemudian Dia menciptakan langit dan bumi dan Dia menulis segala sesuatu di Lauhul Mahfudh (adz-dzikr).” (HR Bukhari dan Al Baihaqi)

Lafaz “dzikr” dalam hadits di atas maksudnya adalah Lauhul Mahfudh. Ia merupakan salah satu ciptaan Allah yang sangat besar. Di dalamnya Allah menulis segala sesuatu yang telah ditentukanNya. Atau ia merupakan suatu ungkapan tentang ilmu Allah yang berkaitan dengan segala yang ada, baik keseluruhan atau pun bagian-bagiannya, yang besar maupun yang kecil.

Adapun pengertian sabda Nabi: “ArasyNya berada di atas air”, maksudnya bahwasanya ‘Arasy berada di arah bagian atas, sedangkan air di arah bagian bawah. Bukan berarti ‘Arasy itu menempel dengan air diletakkan di atasnya, bukan demikian. Sebagaimana dikatakan: “Langit di atas bumi”, maksudnya adalah bahwa langit berada di bagian atas dan bumi di bagian bawahnya tanpa harus menempel dengannya.

2. Permulaan Makhluk Menurut Pendapat Para Ulama

Dari keterangan hadits-hadits yang ada tampak bahwa ‘Arasy merupakan makhluk bagian atas yang pertama kali diciptakan dan bahwasanya air merupakan makhluk berupa benda yang pertama diciptakan, dan ia diciptakan sebelum penciptaan ‘Arasy sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Tirmidzi.

Sesudah penciptaan ‘Arasy dan air, kemudian Allah menciptakan langit dan bumi.
Begitu juga tampak dari hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Tirmidzi bahwa makhluk ma’nawi yang pertama kali diciptakan adalah Qalam (pena).

“Diriwayatkan dari Ubadah bin ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi bersabda: ‘Sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah qolam (pena). Kemudian Allah berfirman kepadanya: “Tulislah!”. Kemudian qolam itu terus berjalan mencatat apa yang ada (segala sesuatu yang terjadi dia alam semesta ini) sampai datangnya hari kiamat.” (HR Bukhari)

Adapun riwayat yang menyatakan bahwa makhluk yang pertama kali diciptakan adalah akal maka riwayat seperti itu tidak ada dalam hadits. Demikian pula hadits yang berbunyi:
“Sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah Nur Nabimu hai Jabir.”
Riwayat ini tidak sah. Tidak ada dalil yang dapat dijadikan sandaran mengenai asal mula segala yang ada dari segi syara’.

3. Permulaan Penciptaan Dalam Pandangan Para Ilmuwan Ahli Falak dan Geologi

Para ilmuwan falak dan geologi sependapat dengan para ulama syari’at bahwa alam semesta ini baru, tidak qadim, kejadiannya melalui proses yang tadinya memang tidak ada sama sekali. Akan tetapi mereka berselisih pendapat dengan ulama syariat mengenai permulaan kejadian ini dan proses perkembangannya. Syara’ tidak berbicara tentang hal itu, sementara  mereka menyatakan sebagaimana yang tertulis oleh George Gambell sebagai berikut:

“Sesungguhnya alam semesta ini memulai perkembangannya sejak berbilliun-billiun tahun yang lampau. Adapun bumi ini usianya masih sangat muda, karena memang baru ditemukan sejak dua billiun tahun saja. Dan makhluk hidup di bumi ini muncul sejak satu billiun tahun, sedangkan binatang-binatang amphibi muncul kira-kira dua ratus juta tahun. Adapun binatang-binatang menyusui, dimana manusia dianggap sebagai salah satu bagiannya mulai muncul di permukaan bumi kira-kira sejak seratus dua puluh juta tahun. Manusia merupakan pendatang baru di permukaan bumi, karena ia mulai berada dalam bentuknya sebagai manusia (seperti sekarang ini) baru kira-kira sejak lima puluh juta tahun.”

Itulah sekedar pendapat yang dikemukakan oleh para ahli. Semuanya hanya perkiraan semata. Allah Maha Mengetahui hakikat yang sebenarnya.

Perlu kiranya diketahui bahwa tidaklah benar seseorang yang berkata: “Allah telah menciptakan makhluk-makhluk. Lantas siapa yang menciptakan Allah?”. Hal ini disebabkan karena pertanyaan ini keliru. Pencipta itu bukan makhluk. Sebab andaikata Dia niscaya memerlukan pencipta. Dan demikian seterusnya hingga tiada batas akhirnya. Sebenarnya akal kita ini sangatlah terbatas. Ia tidak dapat mengetahui hakikat dirinya sendiri. Bagaimana mungkin ia dapat mengetahui hakikat Dzat Tuhan? Sedangkan kita telah dilarang membicarakannya.

Di dalam sebuah hadits yang bersumber dari Abu Hurairah, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Orang akan selalu bertanya, sehingga ditanyakan juga hal berikut: “Allah telah menciptakan makhluk, lalu siapa yang menciptakan Allah?” maka barangsiapa menjumpai pertanyaan seperti itu hendaklah ia berkata: “Aku beriman kepada Allah (Yang Maha Mencipta).” (HR. Imam Muslim)

Salah seorang ilmuwan peneliti menulis sebuah jawaban tentang pertanyaan ini dengan memberikan perumpamaan untuk menjelaskan persoalan tersebut sebagai berikut: “Bila Anda meletakkan sebuah buku di atas meja tulis Anda, kemudian Anda keluar dari ruangan tersebut dan tidak lama kemudian anda kembali lagi ke ruangan lalu anda melihat buku yang telah anda tinggalkan di atas meja tulis tadi ternyata terdapat di dalam laci, maka anda pasti yakin dengan sepenuh keyakinan bahwa seseorang pasti telah memmindahkannya ke dalam laci. Sebab anda tahu dari sifat-sifat ini bahwa ia tidak dapat pindah sendiri karena ia benda mati yang tidak dapat bergerak.”

Ingatlah baik-baik point ini dan marilah kita pindah ke point berikutnya.
Andaikata ketika Anda berada di ruangan belajar disertai seseorang yang sedang duduk di atas kursi, lalu anda keluar, kemudian kembali lagi ke ruangan ternyata anda lihat orang tadi telah duduk di lantai umpamanya, maka anda tidak perlu bertanya apa sebab ia pindah dan poasti anda tidak beranggapan bahwa seseorang telah memindahkannya dari tempat duduknya semula karena anda tahu dari sifat-sifat orang ini bahwa ia dapat pindah sendiri, dan tidak perlu orang lain memindahkannya.
Ingatlah baik-baik point kedua ini, kemudian dengarkan dan perhatikanlah apa yang akan saya katakan pada anda berikut ini:

Oleh karena makhluk-makhluk yang ada ini adalah ciptaan baru, dan kita mengetahui dari watak-watak dan sifat-sifatnya bahwa yang mewujudkannya itu adalah Allah yang Maha Berkah dan Maha Tinggi. Oleh karena itu sifat kesempurnaan Tuhan memastikan dan menetapkan tidak perlunya Tuhan kepada yang lain, bahkan diantara sifat-sifatNya adalah Maha Berdiri dengan DzatNya sendiri, maka kita mengetahui bahwa Allah yang Maha Berkah dan Maha Tinggi itu ada dengan DzatNya sendiri dan sama sekali tidak memerlukan kepada pihak lain yang mewujudkanNya.

Apabila anda meletakkan dua poin terdahulu disamping pembicaraan kita ini, maka jelaslah bagi anda kedudukan persoalannya. Sedangkan akal pikiran manusia terlalu kerdil untuk dipergunakan memecahkan persoalan lebih mendalam lagi dari yang telah kita utarakan.

4. Tak Ada Sesuatu Pun Yang Seperti Dia

Allah yang Maha Suci tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia dan Dia tidak sama  dengan apapun. Segala sesuatu yang terlintas di benak anda maka Dia tidaklah seperti itu. Allah SWT berfirman:

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS 42: 11)

Kalaupun ada persamaan antara selain Allah denganNya dalam sebagian sifat-sifatNya maka sesungguhNya persamaan itu hanyalah segi penyebutannya saja bukan dilihat dari segi hakikatnya. Oleh karena itu apabila ada orang yang berkata: “Si Fulan itu berilmu, hidup, ada, kuasa, bijaksana dan penyayang”, maka penyebutan seperti itu hanyalah dari segi lahir semata. Disamping itu adanya sifat-sifat: mengetahui, hidup, kuasa, bijaksana dan penyayang dalam diri Allah itu sempurna sepenuhnya, tidak kurang sedikitpun. Sedangkan adanya sifat-sifat tersebut dalam diri individu-individu (selain Allah SWT) itu sangat kurang sekali bila dibandingkan dengan sifat Allah yang Maha Agung keadaanNya. Allah berfirman:

“Dan Allah mempunyai sifat yang Maha Tinggi dan Dialah yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.” (QS 16: 60)

5. Perbedaan Antara Manusia dan Allah

Sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah dalam keadaan lemah, sedangkan Allah Maha Kuat dan Maha Perkasa. Manusia diciptakan dalam keadaan memerlukan pertolongan orang lain, sedangkan Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji.

Manusia beranak dan diperanakkan, sedangkan Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Manusia pelupa, sedangkan Allah tidak pernah keliru dan tidak pula lupa. Manusia serba berkekurangan sedangkan Allah Maha Sempurna secara mutlak. Manusia dipastikan mengalami kematian, sedangkan Allah Maha Hidup tidak mati. Allah berfirman:

“Allah tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Maha Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus (makhlukNya), tidak mengantuk dan tidak tidur. KepunyaanNya apa yang ada di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izinNya. Allah mengetahui apa-apa yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka. Dan mereka tidak mengetahui apa pun dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendakiNya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi, dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS 2:255)

Firman Allah dalam ayat diatas menetapkan beberapa hal berikut:
  • Bahwasanya Allah itu Esa di dalam ketuhananNya. Selain Allah, tidak ada yang boleh disembah bersamaNya, sebab Dia Maha Hidup secara Sempurna dan yang terus menerus mengurus (makhlukNya) yang denganNya tegaklah langit dan bumi.
  • Bahwasanya Allah Maha Suci dari menyerupai makhluk –makhluk hidup yang ada. Maka Allah tidak tidur dan tidak pula mengantuk, juga tidak lelah yang mendahului tidur.
  • Bahwasanya alam semesta seluruhnya, bumi dan langitnya dikuasai oleh Allah dan bahwasanya segala sesuatu yang ada didalamnya baik benda maupun orang semuanya tunduk kepadaNya, tidak dapat keluar dari ketentuan maupun aturanNya.
  • Bahwasanya tidak seorangpun dapat memberikan syafaat di sisiNya kecuali dengan izin dan kehendakNya.
  • Bahwasanya ilmu Allah meliputi segala sesuatu baik yang telah lewat, yang sedang terjadi maupun yang akan terjadi.
  • Seseorang tidak mengetahui sesuatupun dari ilmuNya kecuali dalam kadar yang dikehendakiNya.
  • Bahwasanya Kursi Allah itu meliputi langit dan bumi.
  • Bahwasanya Allah tidak merasa berat untuk memelihara keduanya dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Agung.
Di dalam sebuah hadits, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah ditanya oleh seseorang: “Terangkanlah kepada kami sifat-sifat Tuhanmu.” Maka Allah yang Maha Perkasa dan Maha Agung menurunkan firmanNya:

“Katakanlah Dialah Allah yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu, yang tiada beranak dan tiada diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara denganNya” (QS 112: 1-4)

Yakni tidak ada yang menyerupaiNya dan tidak pula ada yang setara denganNya. Adapun sifat-sifat yang disebutkan didalam beberapa ayat Al Qur’an yang mulia dan hadits-hadits Rasulullah yang suci yang secara lahir dapat menimbulkan anggapan seolah-olah Allah menyerupai makhlukNya dalam sebagian sifat-sifat mereka maka terhadap hAl hal seperti itu kita beriman kepadaNya dengan tidak menganggap serupa, tidak menganggap sama, dan tidak pula meniadakan sifat-sifat tersebut. Kami merasa cukup dengan apa yang dirasa cukup oleh para pendahulu kita (salaf), semoga Allah meridhoi mereka dan menjadikan mereka ridho kepada Allah.

Sebaik-baik perkataan yang diucapkan dalam hal itu adalah perkataan Imam Syafi’i rahimahullah:
“Aku beriman kepada firman sesuai yang dikehendakiNya dan aku beriman kepada sabda Rasulullah sesuai dengan yang dikehendaki Rasulullah.”

6. Allah Maha Esa

Allah Maha Esa di dlm DzatNya, sifat-sifatNya dan perbuatan-perbuatanNya. Keesaan Dzat adalah bahwa Dzat Allah itu tidaklah tersusun dari bagian-bagian. Dan bahwasanya Allah itu tiada sekutu bagiNya di dalam kerajaan Nya. Allah berfirman:

“Maha Suci Allah, Dialah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.” (QS 39:4)
Keesaan sifat maksudnya adalah tidak ada seorang pun yang menyerupai dari salah satu dari sifat-sifatNya.

Keesaan perbuatan maksudnya adalah bahwa tidak seorangpun selain Allah mempunyai perbuatan sebagaimana yang dilakukan oleh Allah. Allah Maha Pencipta segala sesuatu, pembuat pertama kali segala sesuatu, maka Dialah yang bersendirian mewujudkan dan yang membuat pertama kali segala sesuatu. Allah berfirman:

“Katakanlah: Allah, Dialah Yang Maha Esa, Allah tempat bergantung, tidak beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara denganNya.” (QS 112: 1-4)

Dia Maha Esa yakni Dia Esa  dalam DzatNya, sifat-sifatNya dan perbuatan-perbuatanNya. Dan segala perkara kembali kepadaNya, segala sesuatu berada dalam genggaman (kekuasaan) Nya.
Dia tempat bergantung, dan Maha Kaya yang menjadi tujuan umat manusia untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

Dia tidak beranak, yakni tidak seorangpun anak yang timbul atau lahir dariNya. Dia Maha Sempurna dalam puncak kesempurnaan.

Dia tidak diperanakkan, yakni Dia tidak timbul atau lahir dari selainNya, karena Dia tiada permulaan bagi wujudNya.

Tidak ada seorangpun setara denganNya, yakni tidak ada seorang pun yang menyamai atau serupa denganNya.

Andaikata di alam semesta ini terdapat seorang sekutu bagi Allah yang berkuasa bersamaNya rusaklah tatanan alam semesta yang teratur rapi dan sangat mengagumkan ini. Allah berfirman:
“Andaikata di langit dan bumi terdapat tuhan-tuhan selain Allah niscaya rusaklah keduanya.” (QS 21: 22)

Yakni andaikata di langit dan di bumi terdapat tuhan-tuhan yang mengatur persoalan keduanya selain Tuhan yang menciptakanNya niscaya rusaklah tatanan keduanya disebabkan karena adanya pertentangan diantara pihak-pihak yang mengaturnya. Sebab masing-masing pihak yang dianggap Tuhan itu pasti menginginkan agar dialah yang mengatur secara penuh. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah:

“Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada Tuhan (yang lain) bersamaNya; kalau ada Tuhan bersamaNya niscaya masing-masing Tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu.” (QS 23:91)

Firman Allah dalam ayat diatas mengandung pelajaran berikut:
  • Bahwasanya Allah tidak mempunyai anak, sebab anak pasti merupaka bagian yang terpisah dari bapaknya, dan itu berarti Allah tersusun dari bagian-bagian yang mustahil bagi Allah. Disamping itu anak mesti sejenis dengan bapaknya dan menyerupainya. Padahal Allah tidak ada sesuatu yang denganNya.
  • Allah tidak layak mempunyai sekutu atau Tuhan lain bersamaNya. Sebab, andaikata ada tuhan lain bersamaNya yang bersekutu denganNya dalam ketuhanan dan menciptakan sesuatu bersamaNya nisacaya masing-masing tuhan membawa makhluk yang diciptakannya dan sebagian dari Tuhan-tuhan yang lain itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Yakni sebagian dari mereka akan mengalahkan sebagian yang lain untuk memperluas kekuasaannya. Andaikata hal ini terjadi, maka rusaklah tatanan alam semesta yang telah teratur rapi ini. Dan andaikata ada tuhan-tuhan lain bersamaNya sebagaimana anggapan orang-orang musyrik, niscaya tuhan-tuhan tersebut berkehendak untuk dapat mengalahkan Allah dan menyaingi Tuhan yang memiliki keagungan. Allah berfirman: “Katakanlah: jikalau ada tuhan-tuhan disampingNya, sebagaimana yang mereka katakan, niscaya tuhan-tuhan itu mencari jalan kepada Tuhan yang memiliki Arasy, Maha Suci dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka katakan dengan ketinggian yang sebenar-benarnya.” (QS 17: 42-43)

Sumber : HasanAlbanna
Share this article :
 
Support : Enlightening Your Life With Us |
Copyright © 2012. Ramadhanus - All Rights Reserved
Supported by Gradasi Learning Institute
Jl. T. Nyak Arief No. 11 Lamnyong Banda Aceh, 085277471136 or 085260816081