Allah yang mewujudkan alam semesta ini
memiliki nama-nama yang terbaik (Asma’ul Husna) dan sifat-sifat
tertinggi yang kesemuanya itu merupakan konsekuensi kesempurnaan
ketuhanan-Nya dan keagungan-Nya sebagai Tuhan.
Sifat-sifat ini hanya dimiliki oleh
Tuhan Pencipta saja dan tak seorangpun bersekutu dengan-Nya, sebab hanya
Dia-lah Tuhan yang berhak disembah. Tiada pencipta selain Dia dan tiada
yang berhak disembah selain Allah. Sifat-sifat Allah ini diantaranya
ada yang disebut sifat Salbiyah dan diantaranya ada yang disebut sifat
Tsubutiyah.
1. Sifat-sifat Salbiyah.
Adapun yang disebut dengan sifat Salbiyah adalah sifat yang meniadakan segala sesuatu yang tidak layak bagi kesempurnaan Allah.
Sifat-sifat tersebut adalah:
Al Awwal dan Al Akhir
Allah adalah Dzat Yang Maha Dahulu.
Artinya, bahwa Allah itu tiada permulaan bagi wujudNya dan bahwa wujud
Allah tanpa didahului dengan tiada.
Allah adalah Dzat Yang Maha Akhir.
Artinya, bahwa Allah itu tiada akhir bagi wujudNya dan bahwasanya Dia
itu Maha Kekal tanpa batas dan tanpa berkesudahan. Jadi, Dia itu Azali
(Maha Dahulu) dan abadi (Maha Kekal Abadi), tidak didahului oleh
siapapun dan tidak akan mengalami fana’ (kelenyapan), sebab Dia adalah
wajibul wujud (mesti ada-Nya).
Allah berfirman: “Dialah yangAwwal dan yang Akhir, yang Dhahir dan yang Bathin dan Dia mengetahui segala sesuatu.” (QS 57:3)
Dia juga berfirman: “Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah.” (QS 28:88)
“Semua yang ada di bumi ini akan binasa dan tetap kekal wajah TuhanMu yang mempunyaiebesaran dan kemuliaan.” (QS 55:26-27)
Dari ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
“Saya berada di sisi Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datanglah kepada suatu kaum dari Bani
Tamim, lalu beliau bersabda : ‘Terimalah berita gembira wahai Bani
Tamim! (yakni siapa yang masuk Islam maka ia tidak akan kekal di
neraka)’. Mereka menjawab: ‘Engkau menyampaikan berita gembira kepada
kami, maka berikanlah kepada kami.’ Kemudian masuklah (ke rumah Nabi)
beberapa orang dari penduduk Yaman, maka Nabi bersabda: ‘Terimalah
berita gembira wahai penduduk Yaman, bila Bani Tamim tidak mau
menerimanya.’ Mereka menjawab: ‘Ya, kami terima. Kami datang menghadap
untuk belajar tentang agama dan untuk bertanya kepadamu tentang awal
mula perkara ini. Apa saja?’. Beliau menjawab: ‘Allah subhanahu wa
Ta’ala telah ada dan tidak ada sesuatu pun sebelum Dia. ArasyNya ada di
atas air. Kemudian Dia menciptakan langit dan bumi dan Dia menulis
segala sesuatu di Lauhul Mahfudh (adz-dzikr).” (HR Bukhari dan Al
Baihaqi)
Lafaz “dzikr” dalam hadits di atas
maksudnya adalah Lauhul Mahfudh. Ia merupakan salah satu ciptaan Allah
yang sangat besar. Di dalamnya Allah menulis segala sesuatu yang telah
ditentukanNya. Atau ia merupakan suatu ungkapan tentang ilmu Allah yang
berkaitan dengan segala yang ada, baik keseluruhan atau pun
bagian-bagiannya, yang besar maupun yang kecil.
Adapun pengertian sabda Nabi: “ArasyNya
berada di atas air”, maksudnya bahwasanya ‘Arasy berada di arah bagian
atas, sedangkan air di arah bagian bawah. Bukan berarti ‘Arasy itu
menempel dengan air diletakkan di atasnya, bukan demikian. Sebagaimana
dikatakan: “Langit di atas bumi”, maksudnya adalah bahwa langit berada
di bagian atas dan bumi di bagian bawahnya tanpa harus menempel
dengannya.
2. Permulaan Makhluk Menurut Pendapat Para Ulama
Dari keterangan hadits-hadits yang ada
tampak bahwa ‘Arasy merupakan makhluk bagian atas yang pertama kali
diciptakan dan bahwasanya air merupakan makhluk berupa benda yang
pertama diciptakan, dan ia diciptakan sebelum penciptaan ‘Arasy
sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Tirmidzi.
Sesudah penciptaan ‘Arasy dan air, kemudian Allah menciptakan langit dan bumi.
Begitu juga tampak dari hadits shahih
yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Tirmidzi bahwa makhluk ma’nawi
yang pertama kali diciptakan adalah Qalam (pena).
“Diriwayatkan dari Ubadah bin ash-Shamit
radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi bersabda: ‘Sesuatu yang pertama kali
diciptakan oleh Allah adalah qolam (pena). Kemudian Allah berfirman
kepadanya: “Tulislah!”. Kemudian qolam itu terus berjalan mencatat apa
yang ada (segala sesuatu yang terjadi dia alam semesta ini) sampai
datangnya hari kiamat.” (HR Bukhari)
Adapun riwayat yang menyatakan bahwa
makhluk yang pertama kali diciptakan adalah akal maka riwayat seperti
itu tidak ada dalam hadits. Demikian pula hadits yang berbunyi:
“Sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah Nur Nabimu hai Jabir.”
Riwayat ini tidak sah. Tidak ada dalil yang dapat dijadikan sandaran mengenai asal mula segala yang ada dari segi syara’.
3. Permulaan Penciptaan Dalam Pandangan Para Ilmuwan Ahli Falak dan Geologi
Para ilmuwan falak dan geologi
sependapat dengan para ulama syari’at bahwa alam semesta ini baru, tidak
qadim, kejadiannya melalui proses yang tadinya memang tidak ada sama
sekali. Akan tetapi mereka berselisih pendapat dengan ulama syariat
mengenai permulaan kejadian ini dan proses perkembangannya. Syara’ tidak
berbicara tentang hal itu, sementara mereka menyatakan sebagaimana
yang tertulis oleh George Gambell sebagai berikut:
“Sesungguhnya alam semesta ini memulai
perkembangannya sejak berbilliun-billiun tahun yang lampau. Adapun bumi
ini usianya masih sangat muda, karena memang baru ditemukan sejak dua
billiun tahun saja. Dan makhluk hidup di bumi ini muncul sejak satu
billiun tahun, sedangkan binatang-binatang amphibi muncul kira-kira dua
ratus juta tahun. Adapun binatang-binatang menyusui, dimana manusia
dianggap sebagai salah satu bagiannya mulai muncul di permukaan bumi
kira-kira sejak seratus dua puluh juta tahun. Manusia merupakan
pendatang baru di permukaan bumi, karena ia mulai berada dalam bentuknya
sebagai manusia (seperti sekarang ini) baru kira-kira sejak lima puluh
juta tahun.”
Itulah sekedar pendapat yang dikemukakan
oleh para ahli. Semuanya hanya perkiraan semata. Allah Maha Mengetahui
hakikat yang sebenarnya.
Perlu kiranya diketahui bahwa tidaklah
benar seseorang yang berkata: “Allah telah menciptakan makhluk-makhluk.
Lantas siapa yang menciptakan Allah?”. Hal ini disebabkan karena
pertanyaan ini keliru. Pencipta itu bukan makhluk. Sebab andaikata Dia
niscaya memerlukan pencipta. Dan demikian seterusnya hingga tiada batas
akhirnya. Sebenarnya akal kita ini sangatlah terbatas. Ia tidak dapat
mengetahui hakikat dirinya sendiri. Bagaimana mungkin ia dapat
mengetahui hakikat Dzat Tuhan? Sedangkan kita telah dilarang
membicarakannya.
Di dalam sebuah hadits yang bersumber dari Abu Hurairah, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Orang akan selalu bertanya, sehingga
ditanyakan juga hal berikut: “Allah telah menciptakan makhluk, lalu
siapa yang menciptakan Allah?” maka barangsiapa menjumpai pertanyaan
seperti itu hendaklah ia berkata: “Aku beriman kepada Allah (Yang Maha
Mencipta).” (HR. Imam Muslim)
Salah seorang ilmuwan peneliti menulis
sebuah jawaban tentang pertanyaan ini dengan memberikan perumpamaan
untuk menjelaskan persoalan tersebut sebagai berikut: “Bila Anda
meletakkan sebuah buku di atas meja tulis Anda, kemudian Anda keluar
dari ruangan tersebut dan tidak lama kemudian anda kembali lagi ke
ruangan lalu anda melihat buku yang telah anda tinggalkan di atas meja
tulis tadi ternyata terdapat di dalam laci, maka anda pasti yakin dengan
sepenuh keyakinan bahwa seseorang pasti telah memmindahkannya ke dalam
laci. Sebab anda tahu dari sifat-sifat ini bahwa ia tidak dapat pindah
sendiri karena ia benda mati yang tidak dapat bergerak.”
Ingatlah baik-baik point ini dan marilah kita pindah ke point berikutnya.
Andaikata ketika Anda berada di ruangan
belajar disertai seseorang yang sedang duduk di atas kursi, lalu anda
keluar, kemudian kembali lagi ke ruangan ternyata anda lihat orang tadi
telah duduk di lantai umpamanya, maka anda tidak perlu bertanya apa
sebab ia pindah dan poasti anda tidak beranggapan bahwa seseorang telah
memindahkannya dari tempat duduknya semula karena anda tahu dari
sifat-sifat orang ini bahwa ia dapat pindah sendiri, dan tidak perlu
orang lain memindahkannya.
Ingatlah baik-baik point kedua ini, kemudian dengarkan dan perhatikanlah apa yang akan saya katakan pada anda berikut ini:
Oleh karena makhluk-makhluk yang ada ini
adalah ciptaan baru, dan kita mengetahui dari watak-watak dan
sifat-sifatnya bahwa yang mewujudkannya itu adalah Allah yang Maha
Berkah dan Maha Tinggi. Oleh karena itu sifat kesempurnaan Tuhan
memastikan dan menetapkan tidak perlunya Tuhan kepada yang lain, bahkan
diantara sifat-sifatNya adalah Maha Berdiri dengan DzatNya sendiri, maka
kita mengetahui bahwa Allah yang Maha Berkah dan Maha Tinggi itu ada
dengan DzatNya sendiri dan sama sekali tidak memerlukan kepada pihak
lain yang mewujudkanNya.
Apabila anda meletakkan dua poin
terdahulu disamping pembicaraan kita ini, maka jelaslah bagi anda
kedudukan persoalannya. Sedangkan akal pikiran manusia terlalu kerdil
untuk dipergunakan memecahkan persoalan lebih mendalam lagi dari yang
telah kita utarakan.
4. Tak Ada Sesuatu Pun Yang Seperti Dia
Allah yang Maha Suci tidak ada sesuatu
pun yang serupa dengan Dia dan Dia tidak sama dengan apapun. Segala
sesuatu yang terlintas di benak anda maka Dia tidaklah seperti itu.
Allah SWT berfirman:
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS 42: 11)
Kalaupun ada persamaan antara selain
Allah denganNya dalam sebagian sifat-sifatNya maka sesungguhNya
persamaan itu hanyalah segi penyebutannya saja bukan dilihat dari segi
hakikatnya. Oleh karena itu apabila ada orang yang berkata: “Si Fulan
itu berilmu, hidup, ada, kuasa, bijaksana dan penyayang”, maka
penyebutan seperti itu hanyalah dari segi lahir semata. Disamping itu
adanya sifat-sifat: mengetahui, hidup, kuasa, bijaksana dan penyayang
dalam diri Allah itu sempurna sepenuhnya, tidak kurang sedikitpun.
Sedangkan adanya sifat-sifat tersebut dalam diri individu-individu
(selain Allah SWT) itu sangat kurang sekali bila dibandingkan dengan
sifat Allah yang Maha Agung keadaanNya. Allah berfirman:
“Dan Allah mempunyai sifat yang Maha Tinggi dan Dialah yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.” (QS 16: 60)
5. Perbedaan Antara Manusia dan Allah
Sesungguhnya manusia diciptakan oleh
Allah dalam keadaan lemah, sedangkan Allah Maha Kuat dan Maha Perkasa.
Manusia diciptakan dalam keadaan memerlukan pertolongan orang lain,
sedangkan Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji.
Manusia beranak dan diperanakkan,
sedangkan Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Manusia
pelupa, sedangkan Allah tidak pernah keliru dan tidak pula lupa. Manusia
serba berkekurangan sedangkan Allah Maha Sempurna secara mutlak.
Manusia dipastikan mengalami kematian, sedangkan Allah Maha Hidup tidak
mati. Allah berfirman:
“Allah tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia Yang Maha Hidup Kekal lagi terus menerus
mengurus (makhlukNya), tidak mengantuk dan tidak tidur. KepunyaanNya apa
yang ada di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di
sisi Allah tanpa izinNya. Allah mengetahui apa-apa yang ada di hadapan
mereka dan di belakang mereka. Dan mereka tidak mengetahui apa pun dari
ilmu Allah melainkan apa yang dikehendakiNya. Kursi Allah meliputi
langit dan bumi, dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan
Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS 2:255)
Firman Allah dalam ayat diatas menetapkan beberapa hal berikut:
- Bahwasanya Allah itu Esa di dalam ketuhananNya. Selain Allah, tidak ada yang boleh disembah bersamaNya, sebab Dia Maha Hidup secara Sempurna dan yang terus menerus mengurus (makhlukNya) yang denganNya tegaklah langit dan bumi.
- Bahwasanya Allah Maha Suci dari menyerupai makhluk –makhluk hidup yang ada. Maka Allah tidak tidur dan tidak pula mengantuk, juga tidak lelah yang mendahului tidur.
- Bahwasanya alam semesta seluruhnya, bumi dan langitnya dikuasai oleh Allah dan bahwasanya segala sesuatu yang ada didalamnya baik benda maupun orang semuanya tunduk kepadaNya, tidak dapat keluar dari ketentuan maupun aturanNya.
- Bahwasanya tidak seorangpun dapat memberikan syafaat di sisiNya kecuali dengan izin dan kehendakNya.
- Bahwasanya ilmu Allah meliputi segala sesuatu baik yang telah lewat, yang sedang terjadi maupun yang akan terjadi.
- Seseorang tidak mengetahui sesuatupun dari ilmuNya kecuali dalam kadar yang dikehendakiNya.
- Bahwasanya Kursi Allah itu meliputi langit dan bumi.
- Bahwasanya Allah tidak merasa berat untuk memelihara keduanya dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Agung.
Di dalam sebuah hadits, Nabi Shalallahu
‘Alaihi Wa Sallam pernah ditanya oleh seseorang: “Terangkanlah kepada
kami sifat-sifat Tuhanmu.” Maka Allah yang Maha Perkasa dan Maha Agung
menurunkan firmanNya:
“Katakanlah Dialah Allah yang Maha Esa,
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu, yang tiada
beranak dan tiada diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara
denganNya” (QS 112: 1-4)
Yakni tidak ada yang menyerupaiNya dan
tidak pula ada yang setara denganNya. Adapun sifat-sifat yang disebutkan
didalam beberapa ayat Al Qur’an yang mulia dan hadits-hadits Rasulullah
yang suci yang secara lahir dapat menimbulkan anggapan seolah-olah
Allah menyerupai makhlukNya dalam sebagian sifat-sifat mereka maka
terhadap hAl hal seperti itu kita beriman kepadaNya dengan tidak
menganggap serupa, tidak menganggap sama, dan tidak pula meniadakan
sifat-sifat tersebut. Kami merasa cukup dengan apa yang dirasa cukup
oleh para pendahulu kita (salaf), semoga Allah meridhoi mereka dan
menjadikan mereka ridho kepada Allah.
Sebaik-baik perkataan yang diucapkan dalam hal itu adalah perkataan Imam Syafi’i rahimahullah:
“Aku beriman kepada firman sesuai yang
dikehendakiNya dan aku beriman kepada sabda Rasulullah sesuai dengan
yang dikehendaki Rasulullah.”
6. Allah Maha Esa
Allah Maha Esa di dlm DzatNya,
sifat-sifatNya dan perbuatan-perbuatanNya. Keesaan Dzat adalah bahwa
Dzat Allah itu tidaklah tersusun dari bagian-bagian. Dan bahwasanya
Allah itu tiada sekutu bagiNya di dalam kerajaan Nya. Allah berfirman:
“Maha Suci Allah, Dialah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.” (QS 39:4)
Keesaan sifat maksudnya adalah tidak ada seorang pun yang menyerupai dari salah satu dari sifat-sifatNya.
Keesaan perbuatan maksudnya adalah bahwa
tidak seorangpun selain Allah mempunyai perbuatan sebagaimana yang
dilakukan oleh Allah. Allah Maha Pencipta segala sesuatu, pembuat
pertama kali segala sesuatu, maka Dialah yang bersendirian mewujudkan
dan yang membuat pertama kali segala sesuatu. Allah berfirman:
“Katakanlah: Allah, Dialah Yang Maha
Esa, Allah tempat bergantung, tidak beranak dan tidak pula diperanakkan
dan tidak ada seorangpun yang setara denganNya.” (QS 112: 1-4)
Dia Maha Esa yakni Dia Esa dalam
DzatNya, sifat-sifatNya dan perbuatan-perbuatanNya. Dan segala perkara
kembali kepadaNya, segala sesuatu berada dalam genggaman (kekuasaan)
Nya.
Dia tempat bergantung, dan Maha Kaya yang menjadi tujuan umat manusia untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Dia tidak beranak, yakni tidak seorangpun anak yang timbul atau lahir dariNya. Dia Maha Sempurna dalam puncak kesempurnaan.
Dia tidak diperanakkan, yakni Dia tidak timbul atau lahir dari selainNya, karena Dia tiada permulaan bagi wujudNya.
Tidak ada seorangpun setara denganNya, yakni tidak ada seorang pun yang menyamai atau serupa denganNya.
Andaikata di alam semesta ini terdapat
seorang sekutu bagi Allah yang berkuasa bersamaNya rusaklah tatanan alam
semesta yang teratur rapi dan sangat mengagumkan ini. Allah berfirman:
“Andaikata di langit dan bumi terdapat tuhan-tuhan selain Allah niscaya rusaklah keduanya.” (QS 21: 22)
Yakni andaikata di langit dan di bumi
terdapat tuhan-tuhan yang mengatur persoalan keduanya selain Tuhan yang
menciptakanNya niscaya rusaklah tatanan keduanya disebabkan karena
adanya pertentangan diantara pihak-pihak yang mengaturnya. Sebab
masing-masing pihak yang dianggap Tuhan itu pasti menginginkan agar
dialah yang mengatur secara penuh. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam
firman Allah:
“Allah sekali-kali tidak mempunyai anak,
dan sekali-kali tidak ada Tuhan (yang lain) bersamaNya; kalau ada Tuhan
bersamaNya niscaya masing-masing Tuhan itu akan membawa makhluk yang
diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan
sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan
itu.” (QS 23:91)
Firman Allah dalam ayat diatas mengandung pelajaran berikut:
- Bahwasanya Allah tidak mempunyai anak, sebab anak pasti merupaka bagian yang terpisah dari bapaknya, dan itu berarti Allah tersusun dari bagian-bagian yang mustahil bagi Allah. Disamping itu anak mesti sejenis dengan bapaknya dan menyerupainya. Padahal Allah tidak ada sesuatu yang denganNya.
- Allah tidak layak mempunyai sekutu atau Tuhan lain bersamaNya. Sebab, andaikata ada tuhan lain bersamaNya yang bersekutu denganNya dalam ketuhanan dan menciptakan sesuatu bersamaNya nisacaya masing-masing tuhan membawa makhluk yang diciptakannya dan sebagian dari Tuhan-tuhan yang lain itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Yakni sebagian dari mereka akan mengalahkan sebagian yang lain untuk memperluas kekuasaannya. Andaikata hal ini terjadi, maka rusaklah tatanan alam semesta yang telah teratur rapi ini. Dan andaikata ada tuhan-tuhan lain bersamaNya sebagaimana anggapan orang-orang musyrik, niscaya tuhan-tuhan tersebut berkehendak untuk dapat mengalahkan Allah dan menyaingi Tuhan yang memiliki keagungan. Allah berfirman: “Katakanlah: jikalau ada tuhan-tuhan disampingNya, sebagaimana yang mereka katakan, niscaya tuhan-tuhan itu mencari jalan kepada Tuhan yang memiliki Arasy, Maha Suci dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka katakan dengan ketinggian yang sebenar-benarnya.” (QS 17: 42-43)
Sumber : HasanAlbanna