Salah satu sunnah Nabi SAW yang seringkali kurang diindahkan oleh
umat Islam adalah shalat berjamaa’ah di masjid. Kurangnya perhatian umat
Islam pada sunanul huda ini telah mencapai tingkat yang
memprihatinkan. Karena bukan hanya kalangan awam saja yang
meninggalkannya, tapi juga tidak sedikit kalangan khusus—santri, ustadz,
dan tokoh agama—yang meninggalkannya. Padahal jika kita simak berbagai
hadits Nabi Muhammad SAW, tentu akan kita dapati perhatian yang demikian
kuat dari generasi terbaik itu pada ibadah sunnah muakkad ini.
Shalat berjama’ah di masjid amat ditekankan perintahnya oleh Rasulullah SAW. Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah,
Ada seorang buta datang kepada Nabi SAW dan berkata: “Wahai Rasulullah, tidak ada seorang pun yang menuntun saya untuk datang ke masjid”; kemudian
laki-laki buta itu minta keringanan/dispensasi kepada beliau agar
diperkenankan shalat di rumahnya. Nabi SAW pun mengizinkannya; tetapi
ketika ia bangkit untuk pulang, beliau SAW bertanya kepadanya: “Apakah kamu mendengar panggilan untuk shalat (adzan)?”. Laki-laki buta itu menjawab: “Ya (saya mendengar)”. Nabi SAW bersabda: “(Kalau begitu)Kamu harus datang ke masjid”.
Hadits di atas dengan jelas menginformasikan tentang penekanan
perintah shalat berjama’ah, seorang buta sekalipun—bahkan yang tidak
memiliki penuntun—tetap harus datang ke masjid jika mendengar seruan
adzan.
Selain itu, shalat berjama’ah pun memiliki keutamaan daripada shalat sendirian. Sebuah hadits masyhur muttafaq ‘alaih yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim menerangkan hal ini,
Dari Ibnu ‘Umar r.a. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Shalat berjama’ah itu lebih utama daripada shalat sendirian sebanyak 27 derajat”.
Sungguh sangat rugi orang yang melewatkan begitu saja keutamaan ini.
Wahai saudaraku, bukankah ini seharusnya yang kita kejar demi meraih
keridhoan Allah SWT? Demi membuktikan kecintaan kita pada-Nya? Demi
meraih kebaikan bagi kehidupan kita?
Takutlah kepada Allah, karena sifat malas shalat berjama’ah di
masjid—khususnya shubuh dan isya—adalah ciri orang munafik. Hal ini
dijelaskan sendiri oleh beliau,
“Tidak ada shalat—berjama’ah—yang dirasakan berat oleh orang
munafik, kecuali shalat fajr (shubuh) dan isya. Seandainya mereka
mengetahui (keutamaan) yang ada pada keduanya, pasti mereka akan
mendatangi keduanya walaupun harus merangkak…”
Oleh karena itu marilah kita berupaya sekuat tenaga menghidupkan
sunnah shalat berjamaah ini. Agar keislaman kita terpelihara dan
terhindar dari kesesatan serta kemunafikan. Sahabat Nabi SAW, Abdullah
bin Mas’ud berkata,
“Siapa saja diantara kalian yang ingin bertemu dengan Allah SWT
sebagai muslim maka ia harus benar-benar menjaga shalat-shalat ketika
terdengar suara adzan. Sesungguhnya Allah telah mensyariatkan kepada
Nabi SAW sunanul huda (tuntunan-tuntunan yang penuh petunjuk) dan
sesungguhnya shalat jama’ah itu termasuk sunanul huda. Seandainya kalian
shalat di rumahmu sebagaimana kebiasaan orang yang tidak suka
berjama’ah, niscaya kamu sekalian telah meninggalkan sunnah Nabi, dan
seandainya kamu sekalian meninggalkan sunnah Nabi, niscaya kamu
tersesat. Sungguh pada masa Nabi tiada seorang pun tertinggal dari
shalat berjama’ah kecuali orang munafik yang jelas-jelas munafik.
Sehingga terjadi ada seorang (sahabat) dipapah oleh dua orang sehingga
ia bias berdiri pada salah satu barisan” (HR. Muslim).
Mari saudaraku, tekadkan dalam hati untuk selalu menjaga shalat
berjama’ah di masjid. Jangan lupa ajak keluarga dan tetangga-tetangga
kita untuk melaksanakannya. Insya Allah dengan sunnah ini umat Islam
akan menjadi umat yang solid; terpelihara rasa persaudaraan, persatuan
dan kesatuannya. Semoga.
Sumber : Al-Intima