Home » , » Kesalahpahaman tentang Gagasan dan Formulasi Sufi

Kesalahpahaman tentang Gagasan dan Formulasi Sufi

Apakah gagasan Sufi itu, bagaimana hal itu diungkapkan, di mana kita mencarinya?

Banyak gagasan-gagasan yang dapat dengan mudah kita identifikasi berasal dari kaum Sufi karena konteks dan atribusi aktual di dalam teks mereka.

Tetapi problem khusus di balik ini adalah fakta, bahwa tidak ada catatan tentang bentuk pemikiran lain atau sistem yang tersebar begitu luas dan jauh ke berbagai bidang kehidupan serta pemikiran, di Timur maupun Barat.

Tidak ada yang mengharap dilatih untuk hal-hal semacam itu, kecuali kaum Sufi, yang tidak membutuhkan material (hal-hal yang bersifat duniawi).

Sebagai konsekuensi, kita mendapat pertanyaan: apakah Sufisme suatu rangkaian dari pemujaan shamanistik, sebuah filsafat, agama, masyarakat rahasia (terasing), dan sistem pelatihan ilmu gaib, kecenderungan utama aliran kesusastraan dan puisi, atau sistem militer, keksatriaan, atau barangkali suatu cara pemujaan komersial?

Problem serius adalah dalam menempatkan gagasan dan praktik-praktik Sufi yang ada secara murni dan relevan, juga bagi seorang siswa (murid) yang sudah menemui pencairan, generalisasi atau penggalan dari bermacam-macam Sufisme, baik di Timur maupun Barat.

Ada ratusan orang di Eropa dan Amerika yang mempraktikkan 'tarian darwis, berputar atau melingkar' meski faktanya hal itu tercatat dalam literatur darwis yang mudah diterima, bahwa kegiatan ini secara khusus 'ditentukan', untuk alasan-alasan lokal, oleh Ar-Rumi bagi masyarakat Asia Kecil di wilayah Iconium.

Dalam cara yang sama, ketika semua itu terpengaruh oleh 'kerja' atau 'sistem' Barat yang berusaha mengikuti Gurdjieff dan Ouspensky—jumlahnya ribuan—secara jujur dikatakan bahwa latihan dan metode mereka dikenal dan diterapkan dengan baik di tarekat-tarekat Sufi tertentu.

Namun, bahwa mereka menggunakan suatu cara yang berbeda dan sikap yang lebih diterima akal berkaitan dengan masyarakat yang terlibat, mereka—lebih sering—tidak mampu menerima statemen ini.

Keuntungan bagi kaum Sufi dalam kasus-kasus serupa ini, mulai berlimpah karena kesalahpahaman atau kesalahan dalam terapan.

Fenomena lain, yang hingga kini terus tumbuh secara pesat, memanfaatkan beberapa gagasan dan praktik-praktik Sufi, dikenal oleh ribuan orang di Barat sebagai 'Subud'.

Prosedurnya adalah terutama didasarkan pada metode-metode Naqsyabandiyah-Qadiriyah, tetapi pada presentasinya sekarang sudah terbalik.

Dalam pertemuan Subud dinamakan Latihan, para anggotanya menantikan pengalaman-pengalaman khusus, yang diyakini sebagai Kehendak Tuhan di dalamnya. Sebagian berpura-pura, sebagian benar-benar secara mendalam, sebagian tidak keduanya.

Hal menarik di sini adalah bahwa sikap Subud dalam menilai sebuah pengalaman, dan sebagian yang tidak berpura-pura atau yang berhenti merasakan ikut-ikutan memasukinya, akan berlalu. Sisanya adalah pendukung pergerakan.

Tetapi, menurut gagasan dan praktik-praktik Sufi dengan benar adalah, mereka yang tidak merasakan keadaan subjektif, atau yang pada suatu saat telah terpengaruh oleh keadaan itu, kemudian tidak lagi merasakannya, adalah para calon yang sebenarnya untuk tahap (tingkat) berikutnya.

Bagi kaum Sufi, orang yang tidak memahami hal ini, mungkin seperti orang yang mencoba melatih otot-ototnya, berpikir bahwa latihan tidaklah bagus karena ia tidak lagi merasa kekakuan (kejang-kejang) pada anggota badannya. Keuntungan Subud impas, setidaknya sebagian, dengan kerugian-kerugian tersebut.

Inilah persoalan yang sesungguhnya dalam upaya mempelajari gagasan-gagasan Sufi yang asli, melalui popularisasi semacam itu. Selama pembalikan ini telah menuntut terminologi Sufi, para murid mungkin tidak akan dapat menanggalkan (ikatan) perkumpulan Subud ketika ia mendekati Sufisme.

Namun problem lainnya, benar-benar karakteristik Sufi, menimbulkan pertentangan besar. Barangkali hal ini dapat ditegaskan dengan mengatakan, bahwa literatur Sufi mengandung banyak materi yang lebih maju dari zamannya.

Buku Sufi tertentu, sebagian diterjemahkan dalam bahasa Barat dan merupakan bahan yang dapat dibuktikan, mengandung materi yang tampaknya menjadi komprehensif hanya jika penemuan-penemuan psikologi 'baru' dan teknik ilmiah dapat dibuat serta dikenal dengan baik. Sebuah pembuktian dari pernyataan-pernyataan yang semula tampak ganjil dan mustahil, kemudian ternyata menjadi mungkin. 

Para Orientalis Barat dan lainnya mencatat, misalnya, bahwa Jalaluddin ar-Rumi dari Afghanistan (wafat 1273), Hakim Sanai dari Khurasan (abad ke-14), Al-Ghazali dari Persia (wafat 1111), dan Ibnu Al-Arabi dari Spanyol (wafat 1240), berbicara mengenai hal-hal yang berhubungan dengan psikologi, teori-teori psikologi dan prosedur psikoterapi, yang tidak akan dapat dipahami oleh pembaca tanpa 'infrastruktur' kontemporer yang diperoleh belakangan di Barat.

Konsekuensinya, pemikiran-pemikiran tersebut dinamakan atau disebut 'Freudian', 'Jungian' dan sebagainya.

Sufi menyatakan bahwa 'manusia bangkit dari lautan', dan ia berada dalam kondisi evolusi, menempuh periode waktu yang hebat, merupakan omong kosong yang aneh sampai abad ke-19 ketika kaum darwis menggunakan materi ini dengan senang hati.

Sudah sering disebutkan bahwa kekuatan terkandung dalam atom, pada 'dimensi keempat', pada relativitas, perjalanan ruang angkasa, telepati; telekinetis. Kadang hal tersebut diperlakukan sebagai fakta, kadang menunjuk pada teknis, kadang sebagai kapasitas, kekinian dan masa depan manusia.

Sejumlah kesadaran prakognitif dan fenomena lain yang sejenis, dinilai hanya dalam cahaya pengetahuan yang agak modern, atau masih menunggu pembuktian oleh para ilmuwan konvensional.

Lebih dari 700 tahun yang lalu, Ibnu Arabi menegaskan bahwa pemikiran manusia berusia 40 ribu tahun, sementara orang-orang Yahudi Ortodoks, Kristen dan Islam percaya masih menjalani 'perjanjian' atau 'penentuan waktu' skriptural dari sang Pencipta hanya pada 4.000-6.000 tahun sebelumnya. Beberapa riset terakhir, menentukan manusia 'modern' berusia sekitar 35 ribu tahun.

Beberapa olok-olok paling kuat, masih tetap ditujukan dalam beberapa lingkaran (kalangan) di mana kaum Sufi menjadi subyek, adalah berhubung dengan penekanan klasik mereka, bahwa dari obsesi-obsesi yang sudah tertanam di masyarakat, dan penjelasan mereka yang bersifat tidak menyenangkan mengenai indoktrinasi dan emosi yang telah dikacaukan dengan karunia spiritual, oleh orang-orang yang sangat antusias terhadap agama (religius) yang mengerikan.

Hanya dalam beberapa dekade lalu, terdapat orang-orang yang dapat memahami lebih baik daripada para pendeta.

Problem khusus kedua adalah, kendati para ilmuwan benar-benar menanti pembuktian materi tersebut, atau mencoba menyelidikinya, kaum okultis yang mudah tertipu akan mengerumuni kaum Sufi yang mengatakan hal-hal tersebut sebagai diambil (berasal) dari Sufisme.

Mereka akan meminta dengan segera atau mendesak, mulai dari hak, pengetahuan yang berhubungan dengan magis, pengendalian-diri, kesadaran yang lebih tinggi, rahasia-rahasia tersembunyi dan sebagainya.

Bagi kaum Sufi, orang-orang yang percaya dan kadang tidak seimbang ini, dapat lebih merupakan suatu masalah daripada orang-orang skeptis.

Para penganut ini menciptakan persoalan yang lebih jauh, karena suka akan pengetahuan magis yang mudah, mereka mungkin dengan segera akan beralih kepada organisasi-organisasi tersebut (dengan maksud baik dan selainnya) yang tampaknya dapat memuaskan kehausan mereka akan hal-hal yang tidak dipahami atau tidak wajar; atau mencoba 'jalan pintas'.

Tidak dapat disangkal kalau kita menggunakan ungkapan ini—tetapi selalu dengan kualifikasi-kualifikasi: 'Seorang ahli, bagaimanapun, menemukan atau merencanakan jalan pintas menuju pencapaian pengetahuan Tuhan. Ada banyak jalan menuju Tuhan, sebanyak jiwa manusia'. Beberapa perkumpulan seperti itu terdapat di Inggris dan Amerika.

Jika anda menulis untuk literatur mengenai salah satu dari perkumpulan tersebut, anda akan mendapat suatu publikasi yang menyatakan bahwa kaum Sufi lebih suka diet vegetarian dan para murid tersebut pastilah 'bebas dari kasta, warna (kulit) dan keyakinan', sebelum mengembangkan 'kekuatan-kekuatan gaib'.

Gerakan lain, menggunakan nama Sufi, mengidolakan para pendiri mereka, memberi anggota semacam upacara inter-religi. Lebih dari satu praktik-praktik resital musik, dimaksudkan untuk mengharuskan para pencari menggerak-gerakkan anggota badan menuju suatu kegembiraan yang bermanfaat—pengganti fakta bahwa ajaran Sufi yang dicatat secara luas, kalau musik dapat membahayakan dan bahwa itulah yang diajarkan, bukan guru, yang merupakan pokok dari Sufisme. 

Manfaat dari informasi Sufi, sekali lagi seimbang dengan kerugian dari praktik yang salah dan pilihan bacaan yang telah bias (menyimpang).

Imigrasi bangsa-bangsa Asia –Arab (terutama dari Aden dan negara Somalia), India dan Pakistan—ke Inggris telah memperkenalkan 'Sufisme' dalam bentuk lain.

Ini mengelilingi kelompok-kelompok keagamaan Islam fanatik yang berkumpul sembahyang bersama (berjamaah), yang menstimulasi mereka secara emosional dan kadang memberi pengaruh katarsis.

Menggunakan terminologi dan kesamaan organisasi Sufi, yang memiliki cabang di banyak kota-kota industri dan kota-kota pelabuhan di Inggris.

Persoalannya di sini bukan sekadar bahwa banyak para partisipan saat ini tidak dapat mempelajari gagasan-gagasan Sufi (sejak mereka percaya kalau mereka sudah mengetahuinya), tetapi bahwa siapa pun –sosiolog, antropolog atau anggota masyarakat biasa—tidak selalu tahu, bahwa hal tersebut tidak mewakili Sufisme, lebih mewakili penaklukan ular dalam agama Kristen, atau permainan matematika 'Bingo'. Manfaatnya, sekali lagi, ada pada level rendah; kerugiannya tidak sedikit.

Seperti pertemuan mereka yang terindoktrinasi, ke seluruh dunia Islam dari Maroko sampai Jawa, mereka ini seringkali merupakan kelompok-kelompok fanatik yang menggunakan bentuk Sufi. Sebagian, jelas histeris.

Lainnya tidak pernah mendengar Sufisme dalam bentuk lain. Bagi mereka, pernyataan-pernyataan seperti dilontarkan Ibnu Al-Arab –“Malaikat adalah kekuatan yang tersembunyi di dalam pancaindera dan organ manusia" akan tampak menghujat—dan mereka masih memuja Ibnu Al-Arabi!

Bukan hal yang mustahil jika entitas ini (melalui antusiasme semata, penyebaran uang yang efisien dan jalan lain menuju metode publikasi-massa modern) secara umum akan dianggap oleh pengamat sebagai Sufi yang sesungguhnya (sejati) atau mewakili gagasan Sufi.

Barangkali ada benarnya mengatakan bahwa agama adalah masalah sangat (terlalu) penting, untuk diserahkan kepada para intelektual spekulatif yang tidak ahli dan kepada pendeta. 

Kecenderungan berikutnya, 'memperjuangkan' aktikitas keimanan. Ini kesalahan kuno. Al-Ghazali pernah diyakini di Barat sebagai teolog Katholik Abad Pertengahan.

'St Jehosaphat' telah ditunjuk sebagai Budha, dan 'St Charalambos' dari Yunani dinyatakan tidak lain dari guru darwis, Haji Bektash Wali, yang mendirikan aliran Bektash. Pendeta Kristen abad kelimabelas, Therapion, adalah penyair, darwis Turabi.

Perkembangan-perkembangan seperti itu sudah terlihat di negara-negara Timur, dimana pengikutnya, seringkali berkarakter cukup menyenangkan, menghormati kaum Sufi, mempertahankan bahwa kekunoan mereka adalah Sufisme yang sebenarnya.

Pada gilirannya, ini merupakan problem yang menjengkelkan dan tidak dikenal secara luas oleh orang-orang Barat yang tertarik pada warisan Sufi. Dihadapi dengan penerimaan atau penolakan, meyakinkan bahwa hal itu pasti Sufisme karena begitu banyak orang yang secara lokal menganggap demikian, sejumlah murid bereaksi secara serentak atau total, penerimaan tanpa kritik.

Di Inggris, untuk tidak membicarakan negara Barat lain, terdapat contoh: 'sindrom konversi Sufi' –kadang dalam kasus person yang tidak berhubungan, siap dicetak untuk 'bukti' bahwa cara pemujaan ini, sebagaimana yang mereka lihat diantara penganut ekstasi, merupakan sesuatu yang diterima di Barat.

Hal itu dapat memberi sensasi yang luar biasa, membandingkan keadaan ini dengan situasi hipotesis suatu wilayah yang belum berkembang dimana gagasan-gagasan maju sudah merembes, tetapi—melalui informasi yang kurang akurat dan kurang sistemik—telah diadopsi oleh penduduk setempat dengan sikap yang dangkal dan tidak menguntungkan.

Diantara komunitas yang belum berkembang, salah satunya tertarik untuk berpikir dalam istilah 'Cargo Cult', dimana para anggotanya membuat replika pesawat terbang dari kaleng, diyakini bahwa benda-benda tersebut secara magis menghasilkan suplai barang-barang bagus dari langit.

Sumber: Jalan Sufi: Reportase Dunia Ma'rifat oleh Idries Shah/Media Isnet
Share this article :
 
Support : Enlightening Your Life With Us |
Copyright © 2012. Ramadhanus - All Rights Reserved
Supported by Gradasi Learning Institute
Jl. T. Nyak Arief No. 11 Lamnyong Banda Aceh, 085277471136 or 085260816081